Total Tayangan Halaman

Sabtu, 24 Agustus 2013

June di bulan Agustus


Suara adzan subuh membangunkan June , ia terperanjat dan segera memeriksa jam wekernya, jarum jam menunjukkan pukul 04.25. June sadar ini bukan adzan awal ini adzan subuh. “yaahh ga sahur lagi deh “. Pintu kamar kemudian terbuka, dan ternyata itu Mama “ Ma kok ga bangunin June sahur sih ma..”
“Ya ampun Junii kamu memang ga denger suara takbir, hari ini udah masuk idul Fitri, cepetan mandi solat subuh, pakaian muslim kamu sudah mama siapkan”
June melirik kembali jam waker nya di sudut kiri atas jam digital itu menunjukkan tanggal 8 AUGUST 2013. Sudut mata June tertahan lebih lama pada tulisan AUGUST.
“Astagfirullah aku sampe lupa ma hehe” June menepuk jidatnya yang lebar.
“Kamu ini ada-ada saja” Mama menggelangkan kepalanya.
Hari ini semua umat muslim termasuk keluarga June merayakan hari kebesaran , setelah satu bulan penuh berpuasa kini tiba juga hari kemenangan, hari idul Fitri. June merasa bulan Ramadhan kali ini terasa begitu singkat sekali, tak terasa. Seperti angin yang berlalu begitu saja.  Mungkin karena Ramadhan tahun ini June mengisi kegiatan liburan sekolahnya dengan aktif di kegiatan social. June mengajak beberapa teman sekolahnya untuk menjadi relawan mengajar di panti rehabilitasi anak penderita kanker. June ingin berbagi kebahagiaan dengan anak penderita kanker, karena menurutnya anak-anak itu harus mengisi setiap detik waktunya dengan kebahagiaan, biarkan mereka melupakan sel-sel jahat yang terus menggerogoti hidupnya. itu lebih baik daripada ia harus hura-hura dan melakukan kegiatan yang ga begitu penting untuk mengisi liburannya.
Sepulang solat id keluarga June menggelar openhouse di rumhanya, itu sudah menjadi tradisi karena memang Ayah June adalah seorang ketua RW di kompleknya, jadi banyak tetangga-tetangga yang berkunjung sepulang solat id, hanya sekedar untuk bersalaman dan menyicip kue-kue khas lebaran.
Namun tahun ini ada yang berbeda, keluarga June kedatangan tamu baru. Mereka adalah Pak Wiranto dan Bu Katrina, Papa dan mamanya August.
“Hi apa kabar bu Katrina? Minal aidzin wal faidzin ya” sapa mama sambil memeluk kemudian mencium pipi kiri dan kanan bu Katrina.
“Alhamdulillah baik, minal aidzin” kemudian bu Katrina lanjut berjabat tangan dengan Ayah June dan kemudian memeluk June seraya mencium kening June, matanya berubah basah dan berkaca-kaca.
“Apa kabar nak? Kamu semakin cantik saja memakai hijab itu”
“Alhamdulillah baik tante” June tersenyum kemudian mencium tangan Bu Katrina dan membalas pelukannya.
Setelah  slesai bersalam-salaman, kemudian ayah June mempersilakan mereka untuk duduk.
“Silakan di cicipi kue-kuenya, ini buatan Juni lho..” mama membuka keler-keler kue yang tertata rapi dan cantik di atas meja.
“Ya di bantu mamanya, kalo tidak dapur bisa meledak” goda Ayah Juni mencairkan suasana, mereka semua tertawa kecil di ruang tamu yang besar itu.
“Sebentar Juni ambilkan minum dulu ya om, tante” Juni beranjak menuju dapur membawakan empat buah cangkir berisi teh hangat di atas nampan.
“Maaf lho kami berkunjung kesini tanpa memberi tahu dulu sebelumnya “ Bu Katrina memulai pembicaraan.
“Ah tidak apa-apa kami malah merasa senang” Mama June melukiskan senyum di wajahnya, menandakan mereka sangat senang kedatangan tamu istimewa. (ciee ketemu mantan)
“Sudah hampir 8 bulan semenjak kepergian August, saya ini sering merasa kesepian. Saya selalu kangen dengan anak saya, semenjak bertemu nak Juni di Rumah sakit waktu itu, saya kok seperti melihat anak saya sendiri namun dalam wujud perempuannya. Saya sering kepikiran sama nak Juni, sebenarnya sudah sejak lama ingin berkunjung kesini, namun suami saya selalu tidak ada waktu, kebetulan momennya sekarang pas sekalian silaturahmi” jelas bu Katrina sambil sesekali menyeka air mata di pipinya.
“Lain kali kalau jeng ingin main kemari, tinggal telepon saja saya selalu ada di rumah, atau nanti saya suruh Juni main ke rumah jeng, Juni ini anakmu juga” Mama June membesarkan hati ibu Katrina.
“Iya tante, aku ini selalu ada waktu kok tante tinggal hubungi Juni saja nanti Juni meluncur ke rumah tante, kita bisa masak-masak masakan yang enak tante” Juni pun menawarkan diri.
“Tapi awas lho nak dapurnya bu Katrina ini jangan dibumi hanguskan, nanti Papa yang repot” canda Ayah Juni.
Semua kembali tertawa, Ayah Juni ini memang humoris, namun kadang juga tegas dan keras. Pernah dulu saat waktu June masih duduk di kelas 3 SD, June ini anak yang agak tomboy, karena pada saat itu mamanya June ingin memiliki anak laki-laki, Juni sering di dandani mamanya dengan pakaian laki-laki, dan selalu dipakaikan topi. Berbagai macam topi Juni punya. Jadilah Juni sedikit agak tomboy. Waktu itu Juni bermain di sekitar rumahnya, rumahnya dulu masih banyak sawah dan pohon kersen, tidak seperti sekarang. Juni waktu itu tidak mau ikut mengaji di mesjid dekat rumahnya, sepulang sekolah ia sengaja mengulur waktu sampai ke rumah, supaya ayahnya tidak menyuruh Juni mengaji karena sudah terlambat. Juni bersembunyi di pohon kersen, Juni memanjat dan menaiki dahan pohon kersen paling atas.
“Yup disini pasti aman” pikir Juni.
Sesaat kaki Juni mau menaiki dahan demi dahan, tiba-tiba Ayah Juni  melihat anaknya sedang memanjat, waktu itu ayah Juni sedang memeriksa tiang listrik yang akan didirikan persis di pinggir pohon kersen itu. Juni tidak menyangka ayahnya sedang berada disitu.
“Juni!!Turun kamu!” teriak ayah.
Juni sangat kaget, ia berhenti menaikan satu kakinya. Tak salah lagi itu memang benar suara ayahnya.
“Kamu ini ya nakal sekali, disuruh mengaji saja susahnya minta ampun. Mau jadi monyet saja kamu? Turun!” bentak ayah.
Juni tak menjawab pertanyaan ayahnya, ia turun perlahan, kemudian ia lari karena takut dimarahi ayahnya. Ayahnya yang merasa tidak dihargai, mengejar Juni. Langkah kaki seorang anak SD tak kan pernah kalah jauh dengan langkah orang dewasa seperti ayahnya Juni apalagi ayahnya laki-laki. Juni pun tertangkap, dan tindakannya itu malah menambah kemarahan sang ayah. Kuping Juni di jewer dan Juni di kunci di ruang kerja ayahnya selama setengah hari. Juni meraung menangis minta dikeluarkan dari ruangan itu. Mama Juni membujuk suaminya agar jangan teralalu lama menguncinya, mamnya khawatir Juni tadi belum sempat makan siang. Namun usulan itu ditolak suaminya mentah-mentah. Mama Juni tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dan berharap hukuman itu bisa memberi pelajaran yang baik kepada putrinya.
Dan benar saja berkat hukuman ayahnya itu Juni jadi punya hobi baru yang sampai saat ini masih ia tekuni. Yaitu hobi membaca, terutma membaca buku biografi. Itu karena saat selama 6 jam ia di kunci di ruang kerja ayahnya Juni sangat bosan dan tak tahu harus ngapain. Di ruangan itu hanya ada buku-buku, di setiap sudut ruangan itu dipenuhi rak-rak berisi buku dan berkas-berkas ayahnya. Selama ia tinggal di rumah baru kali itu Juni masuk ruang kerja ayahnya yang lebih mirip perpustakaan mini di sekolah. Juni mulai menelusuri buku-buku itu dengan telunjuk mungilnya, ia memiringkan kepalanya seraya membaca judul buku di setiap jajaran rak. Sampai ia berhenti di buku bersampul putih agak kusam, penulisnya Siti Zainab Luxfiati Judul bukunya “ CERITA TELADAN 25 NABI chapter 1”. Buku 141 halaman itu tidak terlalu berat, Juni menarik buku itu dengan tanganya. Ia kagum melihat sampul bukunya, cover buku itu bergambar beberapa ekor binatang dari gajah, jerapah, singa, kambing, monyet sampai burung-burung yang hendak menaiki sebuah perahu besar di atas bukit. Di tengah-tengahnya ada seorang laki-laki berjubah putih yang membawa tongkat, seperti yang hendak memerintahkan binatang-binatang itu masuk ke dalam perahu besarnya.

Juni membuka halaman demi halaman, ternyata di dalamnya juga ada gambar-gambar. Ini seperti buku dongeng putri-putrian yang selalu temannya baca dan pamerkan di sekolah. Tapi ini berbeda, ini seperti kisah nyata yang selalu guru ngajinya ceritakan di mesjid. Juni kemudian larut dalam buku bacaannya, ia mengangguk-anggukan kepalanya, dan sesekali ia mengerenyitkan dahinya. Tak terasa waktu sudah hampir 6 jam, Mama Juni sudah semain cemas, sebenarnya dari tadi ia sudah bulak balik berapa kali di depan pintu ruang kerja suaminya.
“Ayah sudah ya, kasian anak itu, dia belum makan” Mama memohon dengan nada memelas.
“……….” Ayah Juni diam dan melihat ke arah jam tangannya memang sudah hampir 6 jam
“Mama khawatir kok tangisannya berhenti”
“Ah paling dia cuma tertidur Ma, jangan cemas Juni itu anak yang kuat”
Ayah membukakan pintu ruang kerjanya, dan betapa terkejutnya ia ketika melihat anaknya sedang asik duduk di kursi kerjanya, menumpangkan kaki ke atas meja dan memegang buku bacaan di tangannya. Wajah June tertutup oleh buku yang ia baca. Ayah dan Mama June hanya mematung di depan pintu, dengan santainya June menurunkan buku bacaannya dan sekarang wajah yang sembab itu terlihat. Ayah June tak kan melupakan kata-kata pertama yang June katakan saat itu. Diantara semua keheningan dan kegelapan June berkata
“Ayah, nyalain lampunya dong” hari itu memang sudah mau Maghrib, cahaya matahari tidak lagi menembus jendela ruangan itu.
“Ka.. Kamu sedang apa nak?” Ayah masih mematung di tempatnya.
“Juni sedang membaca ini ayah, ini seru sekali Yah, tidak kalah sama buku princess-princess punya temanku di sekolah” June mengacungkan buku cerita 25 Nabinya.
Ayah dan Mama June tidak menyangka hukumannya itu bisa membuat putrinya jadi mempunyai hobi membaca. Sejak itu June jadi sering mananyakan siapa itu Nabi-Nabi, dan apakah yang di tulis di buku itu benar adanya atau hanya dongeng. Ayah June sangat senang sekali dengan keingin tahuan anaknya itu, dan ini kesempatan baginya untuk memberikan motivasi agar June harus rajin mengaji jika ingin tahu kebenaran dari buku yang June baca. Sejak saat itu June jadi orang yang paling bersemangat ikut mengaji di mesjid, bahkan ia paling banyak bertanya kepada guru ngajinya tentang Nabi-Nabi dan ajarannya. Setelah semakin besar June memahami bahwa cerita-cerita itu adalah benar adanya, sehingga sampai sekarang June sangat senang membaca buku terutama buku Biografi yang bisa dipastikan kebenarannya dan memberikan teladan serta motivasi bagi jalan hidupnya.
***
Sudah hampir satu jam Bu Katrina dan Pak Wiranto bertamu di rumah June, mereka pun berniat pamit undur diri.
“Kami pamit pulang dulu jeng, terimakasih lho jamuannya, kue kejunya sangat enak sekali nak Jun, tante jadi ingat August, ia sangat suka sekali dengan keju, kalau saja dia masih ada pasti toples itu sudah kosong” mata  bu Katrina kembali basah. Hati June berdesir ketika mendengar nama August.
“Lha ga sekalian cicipi kupat sama opornya dulu toh jeng, kok buru-buru” cegah Mama June.
“Ah tidak terimaksih, kami mau terus ziarah ke makan August keburu siang nanti suka padat kalo lagi lebaran gini” tolak Bu Katrina halus.
“Oh begitu, maaf kami tidak bisa ikut, masih bnyak kerabat yang berdatangan Jeng”
“June boleh ikut ga tante?” tiba-tiba June menawarkan diri.
“Oh dengan senang hati nak, tante akan merasa sangat senang sekali, August pun pasti senang, boleh kan jeng?” bu Katrina meminta izin pada Mama June.
“Boleh saja, jangan menyusahkan bu Katrina ya June” Mama mencubit kecil pipi anak kesayangannya.
“Beres Ma…”
Juni pergi bersama bu Katrina dan Pak Wiranto menuju TPU. Tempat  dimana August beristirahat untuk selama-lamanya. Sepanjang jalan June memutar kembali ingatannya saat pertama kali ia bertemu August. Saat dirinya dibuat penasaran yang begitu hebat oleh seorang lelaki botak bernama August itu. Juni hanya bertemu kurang dari 24 jam dengan August tapi ia merasa sudah sangat begitu dekat dan sangat mengenalnya. Juni jadi membayangkan andai saja ia bisa lebih lama bersama August, ia akan merasa punya teman, ah bukan bukan. Teman tidak sedalam itu, tapi Juni merasa ia telah menemukan seorang  partner. Ya “Partner”. Juni merasa August adalah bagian dari dirinya, mungkin karena sebagian anggota tubuh June ada pada diri August. Andai saja ia masih ada saat ini mungkin Juni tak kesepian bisa banyak berbagi apa saja dengan August. Juni segera tersadar, tidak seharusnya ia berandai-andai, karena itu menyalahi takdir Allah. Dalam lirih ia berbisik “Astagfirullahaladzim”.
Sesampainya di TPU, Juni berjalan paling belakang mengekor pada Bu Katrina, di tangan kanannya June menjinjing keranjang berisi bunga-bunga, sementara tangan kirinya mengeggam sebotol air. Sudah lama ia tidak mengunjungi makan August semenjak kepergiannya, Juni tak berani melawan desiran hatinya saat teringat August harus meninggal dunia di hadapannya. Maka saat itu ia tak berani mengunjungi makam August, baru kali ini ia memberanikan diri.
Juni berjongkok di pinggir gundukan tanah yang di lapisi keramik berwarna putih, dan batu nisan, di sana tertulis nama AUGUST bin Wiranto Pasahan  Lahir : 22-08-1995 Wafat: 05-12-12. Juni jadi teringat sebentar lagi hari kelahiran August. Andai ia masih ada, Juni akan memberinya kejutan seperti August memberinya kejutan saat itu, lagi-lagi juni tersadar dan kembali mengucap istigfar. Juni larut dalam do’a-do’a yang ia panjatkan agar August di terima amal dan ibahnya, dan di tempatkan di tempat paling mulia di sisi-Nya. Air mata Juni tak mungkin tidak jatuh. Begitupun kedua orang tua August. Selesai berdo’a Juni menaburkan bunga dan kemudian menyiramkan air di atas pekuburan August.  Tak sampai 30 menit mereka berada di TPU karena sudah banyak sekali orang-orang datang berziarah. Juni pun pulang diantar Pak wiranto dan Bu Katrina kembali ke rumahnya.
“Maaf ya nak June tidak turun dulu” Bu Katrina membuka kaca jendela mobilnya
“Tidak apa-apa tante terimakasih sudah diantar pulang”
“Sama-sama nak, bener ya nanti masakin tante”
“Siap tante, telepon aja Juni pasti ada waktu buat tante”
“Iya, sampai ketemu ya nak Juni”
“ Mampir ke rumah ya Assalamualaikum “ Pak Wiranto mendongkakan kepalanya
“Baik om waalikumalam hati-hati di jalan” Juni melambaikan tangannya.
Mobil CRV silver itupun melaju dan menghilang di tikungan jalan, Juni masuk kembali ke rumahnya.
***
Pagi itu June pamit kepada mamanya untuk pergi ke acara halal bihalal di sekolahnya. Sekolahnya memang sudah biasa mengadakan acara halal bihalal sebelum kembali memulai aktifitas belajar seperti biasanya. Tahun ini June sudah naik di kelas XII , tak terasa sebentar lagi ia akan menempuh ujian nasional dan melanjutkan kuliah. June belum memikirkan betul kemana ia akan melanjutkan kuliah, banyak yang membuatnya tertarik. Hobinya yang membaca buku biografi itu, menuntunnya untuk melanjutkan uliah di bidah sastra atau yang berhubungan dengan dunia tulis menulis. Selain itu, penyakit yang menyerang August dan telah merenggut hidupnya itu memanggil batin June untuk masuk fakultas kedokteran atau farmasi agar ia bisa membuat obat yang paling ampuh untuk melawan kanker. Namun ia mengukur kemampuannya rasanya ia tak sanggup jika harus masuk Fakultas kedokteran. Selain membaca, Juni juga senang mengajar, berbagi dengan anak-anak, hal itu menuntun June untuk melanjutkan kuliah ke bidang pendidikan saja, menjadi guru. June masih bingung dengan beberapa pilihannya. Mungkin saat ini ia harus focus dulu mengejar nilai untuk menghiasi rapornya dengan angka yang memuaskan, kemudian focus pada ujian nasionalnya yang katanya sampai 20 paket. Ah memang pendidikan di Indonesia ini suka ada-ada dan mengada-ada saja.
Acara halal bihalal itu diadakan di aula sekolah, semua berkumpul dan mendengarkan pidato dari kepala sekolah,setelah itu saling bersalaman dengan para guru dan staf sekolah. Kemudian acara dilanjutkan di kelas masing-masing. Karena belum ada pembagian kelas dan wali kelas yang baru untuk anak kelas XII, mereka berkumpul di kelas yang dulu saat kelas XI. Ada keharuan tersendiri saat June melangkahkan kakinya ke kelas itu, setelah satu bulan penuh libur Ramadhan June baru lagi menginjakkan kakinya di kelas, ia jadi teringat  August saat pertamakali melangkahkan kakinya di lantai berkeramik putih itu, Bu Marwah membawanya masuk, semua anak menatapnya, begitupun June ia tak berpaling menatap lelaki tinggi botak itu sampai August memperkenalkan dirinya dengan panjang dan tanpa jeda. Juni ingat betul bgaimana dadanya sesak saat ia di todong dengan pernyataan August kalau July adalah nama anak dari June dan August.
June melangkah dan duduk di kursinya, ia kemudian teringat kemabali saat August melewati kursi itu, sorot mata August yang teduh menatapnya, meskipun ada kantung mata yang hitam legam menggantung di bagian bawah matanya, sayu namun halisnya yang tebal membuat sorotan matanya tajam, June hampir dibuat kikuk saat itu. June juga ingat saat August melemparkan kertas ke arahnya, sampai saat ini kertas itu masih ia simpan rapi di laci meja belajarnya, kata-kata yang tertulis di sanapun  masih ia simpan rapi di dalam ingatan dan hatinya.
Ibu marwah masuk ke dalam kelas, semua murid langsung duduk di kursinya masing-masing. Ibu marwah nampak keliahatan berbeda memakai baju gamis panjang berwarna merah marun dan kerudung turki yang berwarna sama dengan motif bunga yang menghiasi kepalanya, serasi sekali ia tampak kelihatan lebih muda.
“Wah kalian nampak keliahat berbeda tanpa seragam, yang perempuan cantik-cantik memakai kerudung, yang laki-laki tambah ganteng pake baju kokonya” puji Bu marwah pada murid-muridnya.  Murid-murid itu hanya tersenyum dan langsung melihat ke kanan dan kiri, mengamatai penampilan teman-temannya.
“ibu juga beda, tadi saya kira ibu murid baru heheh..” goda Rendra
“huuuuu..” semua anak menyuraki Rendra. Ibu marwah hanya tersenyum
“Ibu mau menyampaikan beberap hal, pertama selamat idul fitri minal aidzin, mohon maaf lahir bathin, yang kedua ibu tidak akan menjadi wali kelas kalian lagi, jadi mohon maaf jika selama ibu menjadi wali kalian banyak menegur kalian dan mungkin ada yang tidak berkenan di hati kalian, jadi mohon dimaafkan. Kalian sekarang sudah masuk kelas XII, ibu harap kalian tambah dewasa, tidak lagi main-maian dalam belajar , ujian sudah semakin dekat. Jadi kalian harus serius belajar untuk mempersiapkan ke perguruan tinggi, karena itulah pelajaran yang sesungguhnya untuk bekal kalian nanti. Dan yang terakhir ibu mau kita bersama berdoa untuk teman kelas kita August yang telah tiada, ibu tidak menyangka pertemuan itu begitu singkat, namun semua itu sudah menjadi takdir-Nya. Yuk mari kita sama-sama doakan  teman kita berdoa dimulai..” semua kepala di ruangan itu tertunduk, menengadahkan kedua tangannya, dan kemudian selesai berdoa mereka mengusapkan kedua tangan itu kewajah seraya berkata “Amiin”
Teman-teman kelasnya tidak ada yang tahu tentang hubungan June dan August, June juga sengaja tidak bercerita banyak tentang August dan penyakitnya, tak ada gunanya mereka tahu. Acara halal bihalal itupun selesai tepat pukul 1 siang, June saat itu berencana mampir ke toko buku karena jarak sekolahnya dan toko buku itu tidak jauh, sudah lama pula ia tidak mampir dan membeli buku. Seperti biasa ia pergi sendirian, siang-siang bolong begini siapa yang mau mampir ke toko buku, meningan ngadem di café atau mall cuci mata. Sebelum ke toko buku, June ingat ia tidak membawa uang cash, June berniat mengambil uang ke ATM di samping toko buku. Sesaat setelah mengambil uang, June melihat ada seorang anak perempuan kira-kira berusia 14 tahunan sedang berjongkok dan menangis tersedu. Orang-orang disekitarnya mencoba menenangkan anak itu, June yang memiliki rasa kePenasaranan yang tinggi, menghampiri anak itu. June ikut berjongkok di samping anak itu, dari pegamatan June mungkin ia kehilangan sesuatu, karena tas gendong anak itu terlihat acak-acakan isinya, seperti tengah mencari sesuatu, benda yang berharga seperti dompet atau hendphone, mungkin anak ini kecopetan pikir June.
“Adek kehilangan apa?” pertanyaan June berbeda dengan orang-orang yang sedari tadi menanyai anak itu dengan pertanyaan  “adek kenapa?” Anak itu merasa ada yang mengerti apa yang ia alami, anak itu mengehentikan sejenak isakan tangisnya kemudian menoleh ke arah June.
“Dompetku hilang ka huhu.. tadi aku yakin aku menyimpannya di sini” anak itu menunjukkan ke arah saku bagian depan tas yang ia letakan di pangkuannya.
“Siapa namamu dek?” Tanya June
“Yalisa kak” anak itu mulai menghentikan tangisannya, ia sadar ia sedang berada di tempat umum.
“oke Yalisa, ikut kaka dulu yu kita duduk dulu di sana ya” ajak June sambil menunjukkan kursi yang terletak di teras toko buku. Kursi itu biasa menjadi tempat tunggu bagi pembeli yang bukunya sedang di sampul di kasir. Anak itu bangkit kemudian mengikuti June duduk di kursi. Juni mengeluarkan minuman gelas yang ia bawa tadi dari acara halal bihalal di sekolah. June menancapkan sedotan pada permukaan gelas lalu memberikannya kepada Yalisa.
“Minum dulu ya, kamu pasti haus” Yalisa merasa sudah tenang, ia merasa June sangat mengerti dia , tahu saja kalau tangisanya yang berlangsung 10 menitan itu membuatnya haus.
“Jadi tadi Yalisa ke sini sama siapa?”
Yalisa menjelaskan panjang lebar, kalau ia tadi dari rumah ia diantar kakaknya ke toko buku, kakanya hanya menurunkan Yalisa, dan kemudian pergi ke kantornya. Setelah selelsai membeli buku rencananya Yalisa mau langsung pulang sendiri, karena kakanya akan pulang malam jadi ia tidak bisa menjemputnya dan mengantarkan Yalisa pulang kembali ke rumah. Namun sesaat akan membayar buku yang ia beli tiba-tiba dompetnya tidak ada, sudah ia cari kemana-mana tapi tidak ada. Padahal Yalisa yakin tadi ia menyimpannya di tas, karena saat di mobil kakanya memberi uang lalu ia masukan ke dalam dompet lalu dimasukan kemabali dalam tas. Sekarang Yalisa bingung ia tidak mempunyai uang untuk pulang, Handphone Yalisa ketinggalan di dalam mobil kakanya saat di charge. Untuk itu ia menangis.
Mendengar cerita Yalisa June jadi teringat saat ia kelas 1 SMA di sebuah Mall, June pernah mengalami hal yang sama. Bedanya June benar-benar kecopetan, dompet yang sedang ia tenteng dijambret, June yang pemberani berusaha mengejar pencopet, karena pengunjung mall itu sedang padat, agak sulit mengejar karena harus berdesak-desakan, sialnya pengunjung mall itu sekakan tak peduli dengan apa yang terjadi pada June. Sampai ada seorang pemuda kira-kira seusianya atau lebih tua darinya. June ingat sekali saat itu pemuda itu memkai baju kemeja bergaris vertikal berwarna putih dan biru keunguan juga memakai topi hitam ada sablon letter Aj kecil di depannya. Pemuda itu berusaha menghadang pencopet dengan berpura-pura menubruk si pencopet dan menjatuhkan kantong plastic berisi beberapa snack dan mimuman kaleng yang ia bawa, sehingga snack dan minuman kaleng itu berhamburan. Si pencopet yang tergesa menubruk pemuda itu dan terjatuh, dompet June pun ikut terjatuh, karena ia sadar sedang dikejar oleh June, pencopet itu tidak lagi peduli dengan dompet yang ia curi yang ia pikirkan kini hanyalah meyelamatkan diri. Dompet June kini di tangan pemuda berbaju belang itu. Tapi kemudian setelah membereskan belanjaannya yang berhamburan pemuda itu berlari, bukannya menyerahkan dompetnya. June yakin pasti pemuda itu komplotan pencopet tadi, pengejaran June beralih ke pemuda bertopi itu. Pemuda itu terus berlari ke lantai bawah menuju basement , June tak gentar ia terus mengejar pemuda itu.  Sesampai di parkiran basement June kehilangan pemuda itu. “sial larinya cepat sekali” nafas June ngos ngosan, June mengatur nafasnya. Ia menayakan kepada Mas-mas penjaga tiket parkir.
“Mas tadi liat cowok tinggi, pakai topi lari kesini?” Tanya June masih dengan nafas ngos-ngosan.
“Oh cowok yang pakai baju garis-garis putih biru itu ya mba?”
“Nah, iya iya yang itu lari kemana dia mas?”
“Tadi dia lari ke sana, tapi dia menitipkan ini mba katanya kalau ada yang menanyakan saya lari kemana, tolong kasih ini “ mas penjaga tiket itu mejulurkan tangannya dari lubang kecil di balik kaca posnya, di tangan mas itu ada dompet denim biru muda berukuran 10 x 4 cm . June mengambil dompetnya memeriksa isinya, ternyata masih utuh tidak ada yang hilang.
“iya betul ini milik saya mas, pemuda itu tadi mencopetnya “ June mesih menggerutu
“Pencopet? Kok tapi ga ngambil apa-apa ya mba? Trus pake dititip ke saya lagi. Saya jadi bingung” Mas mas penjaga tiket itu meletakan telunjuk kanan di bibirnya.
“Ah sudahlah mas jangan dipikirkan yang penting dompet saya kembali, makasih ya Mas” June meninggalkan pelataran parkir, saat June menengok ke pos ticketing parkir, si Mas-mas penjaga itu masih saja bingung seperti memikirkan sesuatu, dahinya terlihat berkerut.

“… gitu kak, jadi aku harus bagaimana aku bingung aku tidak ada ongkos pulang hiks” Yalisa menyudahi ceritanya sambil teriksak. June tersadar dari lamunannya, ia harus menolong anak ini, batinnya tak tega.
“Oh tadi Yalisa kyaknya lupa menutup lagi resleting tasnya , kemungkinan dompetnya jatuh atau diambil orang, yaudah pakai uang kaka dulu aja ya, tapi kaka tidak bisa mengantarkan kamu pulang. Tidak apa-apa ya ”
“ Tidak apa-apa kak, terimakasih ya kak, kaka baik sekali”
“ Sama-sama dek lain kali kamu hati-hati ya”
“iya kak, oh ya nama kaka siapa?”
“Juni, panggil aja ka June”
“iya kak June sekali lagi terimaksih bantuanya kak, minta no HP kaka boleh?”
“oh boleh ni 0878255***11”
***
Hampir satu minggu berlalu semenjak kejadian itu, June hari ini masuk sekolah setengah hari sampai jam 12 siang karena guru-guru akan mengadakan rapat mengenai Kurikulum 2013 yang baru. Handphone June bergetar, ia melihat ke layar “Tante Katrina calling” June cepat-cepat mengangkatnya “ Aslamualaikum, tante apa kabar? Iya June baru pulang sekolah, hari ini setengah hari,oh iya, iya baik tante,biar June bilang dulu sama Mama, iya waalaikum salam”. Tante Katrina akan mengajak June krumahnya, Bu Katrina akan mengadakan sukuran kecil-kecilan di hari ulang tahun August. Bu Katrina akan menjemput June di rumahnya. June bergegas pulang.
June di jemput bu Katrina tepat jam 2, June mengajak serta Mamanya pergi ke rumah bu Katrina. Ayah June berjanji akan menyusul setelah ia pulang dari kantor. Sesampainya di rumah bu Katrina seperti janji June ia akan memasak makanan special untuk ibu Katrina. June langsung bergelut dengan alat-alat dapur yang cukup modern di rumah itu dan juga bahan-bahan yang tersedia cukup beragam. June memasak kentang panggang keju, nasi goreng Pattaya  dan pudding coklat. Selain senang membaca buku biografi ia juga suka iseng membaca buku resep makanan, apalagi saat June sedang lapar, gambar-gambar di buku resep masakan itu membuat June sedikit kenyang, jadi ia penasaran  untuk mempraktikan resep yang ia baca, banyak yang berhasil, namun tidak sedikit juga hasil makananya yang gagal. Namun bukan June namanya kalau berputus asa, ia tidak mau berkenalan dengan kata menyerah.  June ingat perkataan Vince Lombard : “once you learn to quit, it becomes a habit” sekali saja kamu belajar untuk menyerah maka akan menjadi kebiasaan.
Mama dan bu Katrina membantu June menghidangkan makanan ala kadarnya itu di meja makan. Satu persatu masakan June di cicipi oleh bu Katrina kemudian oleh Mamanya  dan Pak Wiranto juga ga mau ketinggalan mencicipi masakan June. Mereka kemudian mengomentari masakan June satu persatu. Mereka berlagak seperti juri Masterchef . Sebagian besar komentar masakan June ini enak dan unik namun kurang berani di rasa, nasi goereng Pattayanya  kurang asin dan pudingnya kurang manis. June terlalu hati-hati dalam meberi rasa. Namun mereka puas dan senang.
Selesai makan, June, Mama dan Ibu Katrina duduk di sofa di ruang tengah, mereka membuka album-album foto masa kecil August dan June. Ternyata banyak sekali foto kebersamaan June dan August tersimpan rapi di album itu. June tidak ingat dengan moment-moment itu, namun ia senang bisa melihat album kenangan itu, benda mati itu terasa hidup. June merasa kejadian itu seakan baru saja terjadi, bisa ia rasakan di setiap pori-pori kulitnya, ketika melihat tangan August menggandengnya mengajak berlari di tepi pantai, June terlihat takut melihat ombak, namun August menggegam tangannya mengajaknya untuk mengejar ombak. June merasakan desiran dan suara obak itu di telinganya. Pada halaman berihitnya ada foto ketika August sedang melukis di kening June dengan tangannya yang belepotan oleh cat air yang berwarna warni, ekspresi June saat itu seperti mau menangis dan tangannya berusha menjauhkan tangan August dari keningnya. Rambut August saat itu masih lebat. Ibu Katrina tertawa renyah sekali saat menunjukkan foto itu.
“Hahah tante saat itu tak kuat menahan tawa, tante masih ingat August mengatakan saking lebarnya aku sampai bisa menggambar di jidatnya Juni lho ma. Lalu kamu merengek dan tidak suka kalau August mengatai kamu si jidat lebar“. Bu Katrina kembali tertawa. June ikut tertawa, dari situ June mengenal sosok August sebagai laki-laki yang cukup jahil namun humoris. Dadanya kembali berdesir seperti ada ribuan kupu-kupu yang bertengger dan berterbangan di dadanya. Perasaan apa ini.
Setelah selesai melihat-lihat album, June minta diri untuk ikut solat dan mandi, setelah memasak tadi badanya jadi berkeringat dan menimbulkan bay  tak sedap. Bu Katrina mempersilakan June menggunakan kamar August, di dalam kamarnya juga ada kamar mandi, ibu Katrina juga memberi June handuk beserta sajadah dan mukenanya. June menaiki tangga, kamar August terletak di lantai 2 di rumah itu. June membuka pintu berwarna hitam, ia membukanya perlahan, kamar itu sangat rapi meskipun jarang dipakai nampaknya kamar itu selalu dibersihkan, wangi ocean dari pengharum ruangan otomatis menyeruak di kamar itu. Cat dinding yang berwarna Grey menambah kenyamanan kamar itu. Kamar yang cukup nyaman dan rapi untuk seorang laki-laki. Di dinding tertata rapi bingkai foto-foto  August bersama Papa dan Mamanya, di meja belajar juga ada bebrapa bingkai foto berukuran 2R, bingkai berwarna hitam itu berisi foto August kecil bersama dirinya. June mengambil salah satunya, ia menatap bingkai foto itu lekat, betapa dekat dirinya saat itu dengan August, tetapi kenapa dia tidak ingat. Di rumahnya pun tak ada foto dirinya bersama August. Tiba-tiba ribuan kupu-kupu itu kembali menggerayangi dan berterbangan lagi di dada June. Perasaan itu lagi.
June segera mandi dan setelah itu June menggelar sejadahnya ke arah kiblat, memakai mukenanya kemudian solat. Setelah attahiyat terakhir dan mengucapkan salam. June menyenderkan kepalanya ke tepi ranjang. Susana kamar yang hening dan nyaman membuatnya terlelap. Dalam tidurnya June bermimpi tentang kejadian pencopetan di mall yang ia alami satu tahun yang lalu itu. Dalam mimpinya kejadian itu terulang kembali persis seperti yang ia alami. Namun saat ia mengejar pemuda bertopi itu di basement ia berhasil mengikutinya ke sebuah ruangan, pemuda itu masuk lalu menutup kembali pintu yang terbuat dari kaca. June mengejarnya dan mengikuti pemuda itu masuk ke ruang tersebut. Ruangan itu cukup luas ada satu meja dan kursi, seperti ruangan belajar. Pemuda berkemeja garis putih biru itu duduk di kursi dan tangannya memegang dompet June. Pemuda itu tidak memakai topi, rambutnya yang lurus rapi itu, mencuat ke atas, wajahnya putih bersinar, halisnya tebal, matanya tajam namun agak sayu. Bibirnya yang tipis itu mengukir senyum, memperlihatkan rahang pipinya yang tegas. June masih mematung memegang daun pintu. Ia merasa kenal dengan sosok itu, tapi tanpa rambut. Iya itu August, June yakin itu. Bibirnya bergetar ingin sekali ia berbicara dan bertanya, namun terasa sulit, tenggorokannya terasa tercekik. August kemudian bangkit dari kursinya, dan memberikan dompet itu pada June.
“Dasar ceroboh, lain kali hati-hati ya June” August mengoyak kepala juni dengan manja. June tersenyum tetapi ia sulit sekali mengeluarkan kata-kata. Ingin sekali ia berterima kasih. Kemudian August menggandeng tangan June keluar dari ruangan itu, tiba-tiba mereka berada di sebuah atap gedung yang tinggi, June melepaskan genggaman tangan August, ia mendongkakan kepalanya ke atas, di langit banyak sekali bintang-bintang meskipun tak begitu cerah karena ada sebagian awan menutupi di sudut pandangannya. June senang sekali, saat mengtahui yang menolongnya itu ternyata orang yang ia kenal. August. June langsung memeluk August dari belakang, menyandarkan kepalanya di punggung August yang tegap. August berbalik dan mengangkat Juni setinggi-tingginya Juni yang kaget berteriak dan melentangkan kedua tanggannya, mereka berputar-putar dan tertawa. Pintu kaca itu tiba-tiba mendekat dan di ketuk dengan keras.
“TOK TOK TOK TOK, Nak June, Junii”
“TOK TOK TOK nak Junii”
June terbangun, ia mengucek matanya, sesaat ia tersadar kejadian tadi hanyalah mimpi, tapi perasaan dan sentuhan itu terasa begitu nyata, ia masih merasakannya. Pintu kembali di ketuk .
“TOK TOK TOK”
“ Iya tante buka saja” Nyawa June kini sudah terkumpul.
“ Aduh kamu tertidur nak, kenapa ga di kasur saja, tante khawatir kok kamu tidak turun-turun, makanya tante susul ke sini”
“ Aduh maaf tante, mungkin tadi june kecapean, jadi ketiduran, habis kamar ini nyaman sekali wangi, hehe” June melepas mukenanya kemudian merapikannya kembali. “ini tante mukena dan sejadahnya “
“simpan di lemari sana saja, simpan di rak paling bawah ya nak June” tante menunjuk sebuah lemari berwarna putih di samping jendela kamar.
Juni membuka lemari yang cukup tinggi itu, June berjongkok ia meletakan mukena dan sejadahnya di rak paling bawah. Sesaat ia berdiri dan akan menutup kembali pintu lemari itu di ia melihat sesuatu di rak kedua dari bawah , June melihat ada sebuah topi hitam dengan sablon Latter Aj di depannya, June mengambil topi itu, di bawahnya juga ternyata ada kemeja bergaris vertical berwarna putih, biru keunguan. June mengambil kemeja itu mengamatinya sejenak. Dada june bergetar, kini kupu-kupu yang bertengger di dadanya terasa semakin banyak, ia masih merasakan mimpinya tadi itu seperti nyata. Kemudian June berbalik.
“Tante apa  ini milik August?” June menunjukkan kemeja dan topi di tangannya.
“Iya nak June, August sangat suka sekali dengan kemeja itu, ia melarang tante untuk mencucinya, padahal kemeja itu kotor dan bau keringat, namun August selalu melarang tante mencuci baju dan topi itu, katanya keringatnya itu keringat super hero, tante juga tidak tahu maksdunya. Ya karena tante sangat menyayangi August tante nurut saja, untuk tidak mencucinya. Padahal sudah hampir setahun yang lalu lho baju itu tidak di cuci. Pasti sangat bau, biar tante cuci saja sekarang”
“ eh jangan tante, Juni boleh memilikinya kan tante?” pinta June
“ Boleh saja jika kamu mau, memang ad ap dengan baju itu?”
“Juni merasa pernah ada sesuatu dengan baju dan topi ini”
“ Iya boleh kalau begitu, selama kamu senang tante ikut senang nak, yuk kita turun”
June dan bu Katrina turun ke bawah, ternyata di bawah sudah ada Ayah June sedang berbincang dengan Mama dan Pa Wiranto. June, Ayah dan Mama pamit pulang karena malam sudah larut, tak lupa mereka berterimakasih atas undangan bu Katrina dan Pak Wiranto.
Di dalam mobil June duduk di kursi belakang, ia masih memikirkan mimpinya yang sangat indah itu, ia kemudian memeluk kursi depan yang di duduki mamanya, melingkarkan kedua tangannya ke leher Mama.
“Ma.. mmm jatuh cinta itu seperti apa sih Ma?” June setengah berbisik. Mama mengelus punggung tangan putrinya yang melingkar di lehernya. Kemudian Mama tersenyum.
“Dulu waktu Mama seusia kamu, Mama jatuh cinta untuk pertama kalinya. Jangankan melihat wajah atau bertemu langsung, mendengar atau membaca namanyanya saja dada Mama ini terasa geli. Mmmm seperti….” June meneruskan kalimat Mamanya
“Seperti ada ribuan kupu-kupu yang berkumpul dan berterbangan di dada ya Ma”
“Nah seperti itu Jun…”
June tertegun. Apa mungkin ia jatuh cinta, baru kali ini ia merasakan hal seperti ini. Tapi mana mungkin June jatuh cinta pada orang yang sudah tiada. Ada rasa bahagia dalam diri June, karena ia merasakan jatuh cinta untuk pertama kali dalam hidupnya, namun ia sedih sekaligus heran, kenapa ia harus jatuh cinta dengan orang yang sudah meninggal. Ini hal yang aneh, jika ia benar-benar jatuh cinta ia tidak mungkin bisa memiliki August. Namun June teringat perkataan guru ngajinya, bahwa semua orang pasti mengalami kematian, dan kehidupan di dunia ini hanya sementara. Akan ada kehidupan yang abadi setelah kematian, yaitu di akhirat.
June berdo’a jika cinta yang ia rasakan saat ini tidak menemukan pemiliknya di dunia, maka pertemukanlah dengan pemiliknya di dimensi lain setelah dunia ini berakhir. June percaya bahwa saat cinta bertasbih mengikuti titah Tuhannya, maka cinta akan menuntun cinta sampai pada tuannya. Aammin

-- Selesai --

Tidak ada komentar:

Posting Komentar