Suara adzan subuh membangunkan June , ia terperanjat dan segera
memeriksa jam wekernya, jarum jam menunjukkan pukul 04.25. June sadar ini bukan
adzan awal ini adzan subuh. “yaahh ga sahur lagi deh “. Pintu kamar kemudian
terbuka, dan ternyata itu Mama “ Ma kok ga bangunin June sahur sih ma..”
“Ya ampun Junii
kamu memang ga denger suara takbir, hari ini udah masuk idul Fitri, cepetan
mandi solat subuh, pakaian muslim kamu sudah mama siapkan”
June melirik
kembali jam waker nya di sudut kiri atas jam digital itu menunjukkan tanggal 8
AUGUST 2013. Sudut mata June tertahan lebih lama pada tulisan AUGUST.
“Astagfirullah
aku sampe lupa ma hehe” June menepuk jidatnya yang lebar.
“Kamu ini
ada-ada saja” Mama menggelangkan kepalanya.
Hari ini semua umat muslim termasuk keluarga June merayakan hari
kebesaran , setelah satu bulan penuh berpuasa kini tiba juga hari kemenangan,
hari idul Fitri. June merasa bulan Ramadhan kali ini terasa begitu singkat
sekali, tak terasa. Seperti angin yang berlalu begitu saja. Mungkin karena Ramadhan tahun ini June
mengisi kegiatan liburan sekolahnya dengan aktif di kegiatan social. June
mengajak beberapa teman sekolahnya untuk menjadi relawan mengajar di panti rehabilitasi
anak penderita kanker. June ingin berbagi kebahagiaan dengan anak penderita
kanker, karena menurutnya anak-anak itu harus mengisi setiap detik waktunya
dengan kebahagiaan, biarkan mereka melupakan sel-sel jahat yang terus
menggerogoti hidupnya. itu lebih baik daripada ia harus hura-hura dan melakukan
kegiatan yang ga begitu penting untuk mengisi liburannya.
Sepulang solat id keluarga June menggelar openhouse di rumhanya, itu
sudah menjadi tradisi karena memang Ayah June adalah seorang ketua RW di
kompleknya, jadi banyak tetangga-tetangga yang berkunjung sepulang solat id,
hanya sekedar untuk bersalaman dan menyicip kue-kue khas lebaran.
Namun tahun ini ada
yang berbeda, keluarga June kedatangan tamu baru. Mereka adalah Pak Wiranto dan
Bu Katrina, Papa dan mamanya August.
“Hi apa kabar bu
Katrina? Minal aidzin wal faidzin ya” sapa mama sambil memeluk kemudian mencium
pipi kiri dan kanan bu Katrina.
“Alhamdulillah
baik, minal aidzin” kemudian bu Katrina lanjut berjabat tangan dengan Ayah June
dan kemudian memeluk June seraya mencium kening June, matanya berubah basah dan
berkaca-kaca.
“Apa kabar nak?
Kamu semakin cantik saja memakai hijab itu”
“Alhamdulillah
baik tante” June tersenyum kemudian mencium tangan Bu Katrina dan membalas
pelukannya.
Setelah slesai bersalam-salaman, kemudian ayah June mempersilakan
mereka untuk duduk.
“Silakan di
cicipi kue-kuenya, ini buatan Juni lho..” mama membuka keler-keler kue yang
tertata rapi dan cantik di atas meja.
“Ya di bantu
mamanya, kalo tidak dapur bisa meledak” goda Ayah Juni mencairkan suasana,
mereka semua tertawa kecil di ruang tamu yang besar itu.
“Sebentar Juni
ambilkan minum dulu ya om, tante” Juni beranjak menuju dapur membawakan empat
buah cangkir berisi teh hangat di atas nampan.
“Maaf lho kami berkunjung
kesini tanpa memberi tahu dulu sebelumnya “ Bu Katrina memulai pembicaraan.
“Ah tidak
apa-apa kami malah merasa senang” Mama June melukiskan senyum di wajahnya,
menandakan mereka sangat senang kedatangan tamu istimewa. (ciee ketemu mantan)
“Sudah hampir 8
bulan semenjak kepergian August, saya ini sering merasa kesepian. Saya selalu
kangen dengan anak saya, semenjak bertemu nak Juni di Rumah sakit waktu itu,
saya kok seperti melihat anak saya sendiri namun dalam wujud perempuannya. Saya
sering kepikiran sama nak Juni, sebenarnya sudah sejak lama ingin berkunjung
kesini, namun suami saya selalu tidak ada waktu, kebetulan momennya sekarang
pas sekalian silaturahmi” jelas bu Katrina sambil sesekali menyeka air mata di
pipinya.
“Lain kali kalau
jeng ingin main kemari, tinggal telepon saja saya selalu ada di rumah, atau
nanti saya suruh Juni main ke rumah jeng, Juni ini anakmu juga” Mama June
membesarkan hati ibu Katrina.
“Iya tante, aku
ini selalu ada waktu kok tante tinggal hubungi Juni saja nanti Juni meluncur ke
rumah tante, kita bisa masak-masak masakan yang enak tante” Juni pun menawarkan
diri.
“Tapi awas lho
nak dapurnya bu Katrina ini jangan dibumi hanguskan, nanti Papa yang repot”
canda Ayah Juni.
Semua kembali tertawa, Ayah Juni ini memang humoris, namun kadang
juga tegas dan keras. Pernah dulu saat waktu June masih duduk di kelas 3 SD,
June ini anak yang agak tomboy, karena pada saat itu mamanya June ingin
memiliki anak laki-laki, Juni sering di dandani mamanya dengan pakaian laki-laki,
dan selalu dipakaikan topi. Berbagai macam topi Juni punya. Jadilah Juni
sedikit agak tomboy. Waktu itu Juni bermain di sekitar rumahnya, rumahnya dulu
masih banyak sawah dan pohon kersen, tidak seperti sekarang. Juni waktu itu
tidak mau ikut mengaji di mesjid dekat rumahnya, sepulang sekolah ia sengaja
mengulur waktu sampai ke rumah, supaya ayahnya tidak menyuruh Juni mengaji
karena sudah terlambat. Juni bersembunyi di pohon kersen, Juni memanjat dan
menaiki dahan pohon kersen paling atas.
“Yup disini
pasti aman” pikir Juni.
Sesaat kaki Juni
mau menaiki dahan demi dahan, tiba-tiba Ayah Juni melihat anaknya sedang memanjat, waktu itu
ayah Juni sedang memeriksa tiang listrik yang akan didirikan persis di pinggir
pohon kersen itu. Juni tidak menyangka ayahnya sedang berada disitu.
“Juni!!Turun
kamu!” teriak ayah.
Juni sangat
kaget, ia berhenti menaikan satu kakinya. Tak salah lagi itu memang benar suara
ayahnya.
“Kamu ini ya
nakal sekali, disuruh mengaji saja susahnya minta ampun. Mau jadi monyet saja
kamu? Turun!” bentak ayah.
Juni tak
menjawab pertanyaan ayahnya, ia turun perlahan, kemudian ia lari karena takut
dimarahi ayahnya. Ayahnya yang merasa tidak dihargai, mengejar Juni. Langkah
kaki seorang anak SD tak kan pernah kalah jauh dengan langkah orang dewasa
seperti ayahnya Juni apalagi ayahnya laki-laki. Juni pun tertangkap, dan
tindakannya itu malah menambah kemarahan sang ayah. Kuping Juni di jewer dan
Juni di kunci di ruang kerja ayahnya selama setengah hari. Juni meraung
menangis minta dikeluarkan dari ruangan itu. Mama Juni membujuk suaminya agar
jangan teralalu lama menguncinya, mamnya khawatir Juni tadi belum sempat makan
siang. Namun usulan itu ditolak suaminya mentah-mentah. Mama Juni tidak bisa
berbuat apa-apa selain pasrah dan berharap hukuman itu bisa memberi pelajaran
yang baik kepada putrinya.
Dan benar saja berkat hukuman ayahnya itu Juni jadi punya hobi baru yang
sampai saat ini masih ia tekuni. Yaitu hobi membaca, terutma membaca buku
biografi. Itu karena saat selama 6 jam ia di kunci di ruang kerja ayahnya Juni
sangat bosan dan tak tahu harus ngapain. Di ruangan itu hanya ada buku-buku, di
setiap sudut ruangan itu dipenuhi rak-rak berisi buku dan berkas-berkas
ayahnya. Selama ia tinggal di rumah baru kali itu Juni masuk ruang kerja ayahnya
yang lebih mirip perpustakaan mini di sekolah. Juni mulai menelusuri buku-buku
itu dengan telunjuk mungilnya, ia memiringkan kepalanya seraya membaca judul
buku di setiap jajaran rak. Sampai ia berhenti di buku bersampul putih agak
kusam, penulisnya Siti Zainab Luxfiati Judul bukunya “ CERITA TELADAN 25 NABI
chapter 1”. Buku 141 halaman itu tidak terlalu berat, Juni menarik buku itu
dengan tanganya. Ia kagum melihat sampul bukunya, cover buku itu bergambar
beberapa ekor binatang dari gajah, jerapah, singa, kambing, monyet sampai
burung-burung yang hendak menaiki sebuah perahu besar di atas bukit. Di
tengah-tengahnya ada seorang laki-laki berjubah putih yang membawa tongkat,
seperti yang hendak memerintahkan binatang-binatang itu masuk ke dalam perahu
besarnya.
Juni membuka halaman demi halaman, ternyata di dalamnya juga ada gambar-gambar.
Ini seperti buku dongeng putri-putrian yang selalu temannya baca dan pamerkan
di sekolah. Tapi ini berbeda, ini seperti kisah nyata yang selalu guru ngajinya
ceritakan di mesjid. Juni kemudian larut dalam buku bacaannya, ia
mengangguk-anggukan kepalanya, dan sesekali ia mengerenyitkan dahinya. Tak terasa
waktu sudah hampir 6 jam, Mama Juni sudah semain cemas, sebenarnya dari tadi ia
sudah bulak balik berapa kali di depan pintu ruang kerja suaminya.
“Ayah sudah ya,
kasian anak itu, dia belum makan” Mama memohon dengan nada memelas.
“……….” Ayah Juni
diam dan melihat ke arah jam tangannya memang sudah hampir 6 jam
“Mama khawatir
kok tangisannya berhenti”
“Ah paling dia
cuma tertidur Ma, jangan cemas Juni itu anak yang kuat”
Ayah membukakan
pintu ruang kerjanya, dan betapa terkejutnya ia ketika melihat anaknya sedang
asik duduk di kursi kerjanya, menumpangkan kaki ke atas meja dan memegang buku
bacaan di tangannya. Wajah June tertutup oleh buku yang ia baca. Ayah dan Mama
June hanya mematung di depan pintu, dengan santainya June menurunkan buku
bacaannya dan sekarang wajah yang sembab itu terlihat. Ayah June tak kan
melupakan kata-kata pertama yang June katakan saat itu. Diantara semua
keheningan dan kegelapan June berkata
“Ayah, nyalain
lampunya dong” hari itu memang sudah mau Maghrib, cahaya matahari tidak lagi
menembus jendela ruangan itu.
“Ka.. Kamu
sedang apa nak?” Ayah masih mematung di tempatnya.
“Juni sedang membaca
ini ayah, ini seru sekali Yah, tidak kalah sama buku princess-princess punya
temanku di sekolah” June mengacungkan buku cerita 25 Nabinya.
Ayah dan Mama
June tidak menyangka hukumannya itu bisa membuat putrinya jadi mempunyai hobi
membaca. Sejak itu June jadi sering mananyakan siapa itu Nabi-Nabi, dan apakah
yang di tulis di buku itu benar adanya atau hanya dongeng. Ayah June sangat
senang sekali dengan keingin tahuan anaknya itu, dan ini kesempatan baginya
untuk memberikan motivasi agar June harus rajin mengaji jika ingin tahu
kebenaran dari buku yang June baca. Sejak saat itu June jadi orang yang paling
bersemangat ikut mengaji di mesjid, bahkan ia paling banyak bertanya kepada
guru ngajinya tentang Nabi-Nabi dan ajarannya. Setelah semakin besar June
memahami bahwa cerita-cerita itu adalah benar adanya, sehingga sampai sekarang
June sangat senang membaca buku terutama buku Biografi yang bisa dipastikan
kebenarannya dan memberikan teladan serta motivasi bagi jalan hidupnya.
***
Sudah hampir satu jam Bu Katrina dan Pak Wiranto bertamu di rumah
June, mereka pun berniat pamit undur diri.
“Kami pamit
pulang dulu jeng, terimakasih lho jamuannya, kue kejunya sangat enak sekali nak
Jun, tante jadi ingat August, ia sangat suka sekali dengan keju, kalau saja dia
masih ada pasti toples itu sudah kosong” mata
bu Katrina kembali basah. Hati June berdesir ketika mendengar nama
August.
“Lha ga sekalian
cicipi kupat sama opornya dulu toh jeng, kok buru-buru” cegah Mama June.
“Ah tidak
terimaksih, kami mau terus ziarah ke makan August keburu siang nanti suka padat
kalo lagi lebaran gini” tolak Bu Katrina halus.
“Oh begitu, maaf
kami tidak bisa ikut, masih bnyak kerabat yang berdatangan Jeng”
“June boleh ikut
ga tante?” tiba-tiba June menawarkan diri.
“Oh dengan
senang hati nak, tante akan merasa sangat senang sekali, August pun pasti
senang, boleh kan jeng?” bu Katrina meminta izin pada Mama June.
“Boleh saja,
jangan menyusahkan bu Katrina ya June” Mama mencubit kecil pipi anak
kesayangannya.
“Beres Ma…”
Juni pergi bersama bu Katrina dan Pak Wiranto menuju TPU.
Tempat dimana August beristirahat untuk
selama-lamanya. Sepanjang jalan June memutar kembali ingatannya saat pertama
kali ia bertemu August. Saat dirinya dibuat penasaran yang begitu hebat oleh
seorang lelaki botak bernama August itu. Juni hanya bertemu kurang dari 24 jam
dengan August tapi ia merasa sudah sangat begitu dekat dan sangat mengenalnya.
Juni jadi membayangkan andai saja ia bisa lebih lama bersama August, ia akan
merasa punya teman, ah bukan bukan. Teman tidak sedalam itu, tapi Juni merasa
ia telah menemukan seorang partner. Ya
“Partner”. Juni merasa August adalah bagian dari dirinya, mungkin karena
sebagian anggota tubuh June ada pada diri August. Andai saja ia masih ada saat
ini mungkin Juni tak kesepian bisa banyak berbagi apa saja dengan August. Juni
segera tersadar, tidak seharusnya ia berandai-andai, karena itu menyalahi
takdir Allah. Dalam lirih ia berbisik “Astagfirullahaladzim”.
Sesampainya di TPU, Juni berjalan paling belakang mengekor pada Bu
Katrina, di tangan kanannya June menjinjing keranjang berisi bunga-bunga,
sementara tangan kirinya mengeggam sebotol air. Sudah lama ia tidak mengunjungi
makan August semenjak kepergiannya, Juni tak berani melawan desiran hatinya
saat teringat August harus meninggal dunia di hadapannya. Maka saat itu ia tak
berani mengunjungi makam August, baru kali ini ia memberanikan diri.
Juni berjongkok di pinggir gundukan tanah yang di lapisi keramik
berwarna putih, dan batu nisan, di sana tertulis nama AUGUST bin Wiranto
Pasahan Lahir : 22-08-1995 Wafat:
05-12-12. Juni jadi teringat sebentar lagi hari kelahiran August. Andai ia
masih ada, Juni akan memberinya kejutan seperti August memberinya kejutan saat
itu, lagi-lagi juni tersadar dan kembali mengucap istigfar. Juni larut dalam
do’a-do’a yang ia panjatkan agar August di terima amal dan ibahnya, dan di
tempatkan di tempat paling mulia di sisi-Nya. Air mata Juni tak mungkin tidak
jatuh. Begitupun kedua orang tua August. Selesai berdo’a Juni menaburkan bunga
dan kemudian menyiramkan air di atas pekuburan August. Tak sampai 30 menit mereka berada di TPU
karena sudah banyak sekali orang-orang datang berziarah. Juni pun pulang
diantar Pak wiranto dan Bu Katrina kembali ke rumahnya.
“Maaf ya nak
June tidak turun dulu” Bu Katrina membuka kaca jendela mobilnya
“Tidak apa-apa
tante terimakasih sudah diantar pulang”
“Sama-sama nak,
bener ya nanti masakin tante”
“Siap tante,
telepon aja Juni pasti ada waktu buat tante”
“Iya, sampai
ketemu ya nak Juni”
“ Mampir ke
rumah ya Assalamualaikum “ Pak Wiranto mendongkakan kepalanya
“Baik om
waalikumalam hati-hati di jalan” Juni melambaikan tangannya.
Mobil CRV silver
itupun melaju dan menghilang di tikungan jalan, Juni masuk kembali ke rumahnya.
***
Pagi itu June pamit kepada mamanya untuk pergi ke acara halal
bihalal di sekolahnya. Sekolahnya memang sudah biasa mengadakan acara halal
bihalal sebelum kembali memulai aktifitas belajar seperti biasanya. Tahun ini
June sudah naik di kelas XII , tak terasa sebentar lagi ia akan menempuh ujian
nasional dan melanjutkan kuliah. June belum memikirkan betul kemana ia akan
melanjutkan kuliah, banyak yang membuatnya tertarik. Hobinya yang membaca buku
biografi itu, menuntunnya untuk melanjutkan uliah di bidah sastra atau yang
berhubungan dengan dunia tulis menulis. Selain itu, penyakit yang menyerang
August dan telah merenggut hidupnya itu memanggil batin June untuk masuk
fakultas kedokteran atau farmasi agar ia bisa membuat obat yang paling ampuh
untuk melawan kanker. Namun ia mengukur kemampuannya rasanya ia tak sanggup
jika harus masuk Fakultas kedokteran. Selain membaca, Juni juga senang
mengajar, berbagi dengan anak-anak, hal itu menuntun June untuk melanjutkan
kuliah ke bidang pendidikan saja, menjadi guru. June masih bingung dengan
beberapa pilihannya. Mungkin saat ini ia harus focus dulu mengejar nilai untuk
menghiasi rapornya dengan angka yang memuaskan, kemudian focus pada ujian
nasionalnya yang katanya sampai 20 paket. Ah memang pendidikan di Indonesia ini
suka ada-ada dan mengada-ada saja.
Acara halal bihalal itu diadakan di aula sekolah, semua berkumpul
dan mendengarkan pidato dari kepala sekolah,setelah itu saling bersalaman
dengan para guru dan staf sekolah. Kemudian acara dilanjutkan di kelas
masing-masing. Karena belum ada pembagian kelas dan wali kelas yang baru untuk
anak kelas XII, mereka berkumpul di kelas yang dulu saat kelas XI. Ada keharuan
tersendiri saat June melangkahkan kakinya ke kelas itu, setelah satu bulan
penuh libur Ramadhan June baru lagi menginjakkan kakinya di kelas, ia jadi
teringat August saat pertamakali
melangkahkan kakinya di lantai berkeramik putih itu, Bu Marwah membawanya
masuk, semua anak menatapnya, begitupun June ia tak berpaling menatap lelaki
tinggi botak itu sampai August memperkenalkan dirinya dengan panjang dan tanpa
jeda. Juni ingat betul bgaimana dadanya sesak saat ia di todong dengan pernyataan
August kalau July adalah nama anak dari June dan August.
June melangkah dan duduk di kursinya, ia kemudian teringat kemabali
saat August melewati kursi itu, sorot mata August yang teduh menatapnya,
meskipun ada kantung mata yang hitam legam menggantung di bagian bawah matanya,
sayu namun halisnya yang tebal membuat sorotan matanya tajam, June hampir
dibuat kikuk saat itu. June juga ingat saat August melemparkan kertas ke
arahnya, sampai saat ini kertas itu masih ia simpan rapi di laci meja
belajarnya, kata-kata yang tertulis di sanapun
masih ia simpan rapi di dalam ingatan dan hatinya.
Ibu marwah masuk ke dalam kelas, semua murid langsung duduk di
kursinya masing-masing. Ibu marwah nampak keliahatan berbeda memakai baju gamis
panjang berwarna merah marun dan kerudung turki yang berwarna sama dengan motif
bunga yang menghiasi kepalanya, serasi sekali ia tampak kelihatan lebih muda.
“Wah kalian nampak keliahat berbeda tanpa seragam, yang perempuan
cantik-cantik memakai kerudung, yang laki-laki tambah ganteng pake baju
kokonya” puji Bu marwah pada murid-muridnya. Murid-murid itu hanya tersenyum dan langsung
melihat ke kanan dan kiri, mengamatai penampilan teman-temannya.
“ibu juga beda, tadi saya kira ibu murid baru heheh..” goda Rendra
“huuuuu..” semua anak menyuraki Rendra. Ibu marwah hanya tersenyum
“Ibu mau menyampaikan beberap hal, pertama selamat idul fitri minal
aidzin, mohon maaf lahir bathin, yang kedua ibu tidak akan menjadi wali kelas
kalian lagi, jadi mohon maaf jika selama ibu menjadi wali kalian banyak menegur
kalian dan mungkin ada yang tidak berkenan di hati kalian, jadi mohon
dimaafkan. Kalian sekarang sudah masuk kelas XII, ibu harap kalian tambah
dewasa, tidak lagi main-maian dalam belajar , ujian sudah semakin dekat. Jadi
kalian harus serius belajar untuk mempersiapkan ke perguruan tinggi, karena
itulah pelajaran yang sesungguhnya untuk bekal kalian nanti. Dan yang terakhir
ibu mau kita bersama berdoa untuk teman kelas kita August yang telah tiada, ibu
tidak menyangka pertemuan itu begitu singkat, namun semua itu sudah menjadi
takdir-Nya. Yuk mari kita sama-sama doakan
teman kita berdoa dimulai..” semua kepala di ruangan itu tertunduk,
menengadahkan kedua tangannya, dan kemudian selesai berdoa mereka mengusapkan
kedua tangan itu kewajah seraya berkata “Amiin”
Teman-teman kelasnya tidak ada yang tahu tentang hubungan June dan
August, June juga sengaja tidak bercerita banyak tentang August dan penyakitnya,
tak ada gunanya mereka tahu. Acara halal bihalal itupun selesai tepat pukul 1
siang, June saat itu berencana mampir ke toko buku karena jarak sekolahnya dan
toko buku itu tidak jauh, sudah lama pula ia tidak mampir dan membeli buku.
Seperti biasa ia pergi sendirian, siang-siang bolong begini siapa yang mau
mampir ke toko buku, meningan ngadem di café atau mall cuci mata. Sebelum ke
toko buku, June ingat ia tidak membawa uang cash, June berniat mengambil uang
ke ATM di samping toko buku. Sesaat setelah mengambil uang, June melihat ada seorang
anak perempuan kira-kira berusia 14 tahunan sedang berjongkok dan menangis
tersedu. Orang-orang disekitarnya mencoba menenangkan anak itu, June yang
memiliki rasa kePenasaranan yang tinggi, menghampiri anak itu. June ikut
berjongkok di samping anak itu, dari pegamatan June mungkin ia kehilangan
sesuatu, karena tas gendong anak itu terlihat acak-acakan isinya, seperti
tengah mencari sesuatu, benda yang berharga seperti dompet atau hendphone,
mungkin anak ini kecopetan pikir June.
“Adek kehilangan apa?” pertanyaan June berbeda dengan orang-orang
yang sedari tadi menanyai anak itu dengan pertanyaan “adek kenapa?” Anak itu merasa ada yang
mengerti apa yang ia alami, anak itu mengehentikan sejenak isakan tangisnya
kemudian menoleh ke arah June.
“Dompetku hilang ka huhu.. tadi aku yakin aku menyimpannya di sini”
anak itu menunjukkan ke arah saku bagian depan tas yang ia letakan di
pangkuannya.
“Siapa namamu dek?” Tanya June
“Yalisa kak” anak itu mulai menghentikan tangisannya, ia sadar ia
sedang berada di tempat umum.
“oke Yalisa, ikut kaka dulu yu kita duduk dulu di sana ya” ajak June
sambil menunjukkan kursi yang terletak di teras toko buku. Kursi itu biasa
menjadi tempat tunggu bagi pembeli yang bukunya sedang di sampul di kasir. Anak
itu bangkit kemudian mengikuti June duduk di kursi. Juni mengeluarkan minuman
gelas yang ia bawa tadi dari acara halal bihalal di sekolah. June menancapkan
sedotan pada permukaan gelas lalu memberikannya kepada Yalisa.
“Minum dulu ya, kamu pasti haus” Yalisa merasa sudah tenang, ia
merasa June sangat mengerti dia , tahu saja kalau tangisanya yang berlangsung
10 menitan itu membuatnya haus.
“Jadi tadi Yalisa ke sini sama siapa?”
Yalisa menjelaskan panjang lebar, kalau ia tadi dari rumah ia
diantar kakaknya ke toko buku, kakanya hanya menurunkan Yalisa, dan kemudian
pergi ke kantornya. Setelah selelsai membeli buku rencananya Yalisa mau
langsung pulang sendiri, karena kakanya akan pulang malam jadi ia tidak bisa
menjemputnya dan mengantarkan Yalisa pulang kembali ke rumah. Namun sesaat akan
membayar buku yang ia beli tiba-tiba dompetnya tidak ada, sudah ia cari
kemana-mana tapi tidak ada. Padahal Yalisa yakin tadi ia menyimpannya di tas,
karena saat di mobil kakanya memberi uang lalu ia masukan ke dalam dompet lalu
dimasukan kemabali dalam tas. Sekarang Yalisa bingung ia tidak mempunyai uang
untuk pulang, Handphone Yalisa ketinggalan di dalam mobil kakanya saat di
charge. Untuk itu ia menangis.
Mendengar cerita Yalisa June jadi teringat saat ia kelas 1 SMA di
sebuah Mall, June pernah mengalami hal yang sama. Bedanya June benar-benar
kecopetan, dompet yang sedang ia tenteng dijambret, June yang pemberani
berusaha mengejar pencopet, karena pengunjung mall itu sedang padat, agak sulit
mengejar karena harus berdesak-desakan, sialnya pengunjung mall itu sekakan tak
peduli dengan apa yang terjadi pada June. Sampai ada seorang pemuda kira-kira
seusianya atau lebih tua darinya. June ingat sekali saat itu pemuda itu memkai
baju kemeja bergaris vertikal berwarna putih dan biru keunguan juga memakai
topi hitam ada sablon letter Aj kecil di depannya. Pemuda itu berusaha
menghadang pencopet dengan berpura-pura menubruk si pencopet dan menjatuhkan
kantong plastic berisi beberapa snack dan mimuman kaleng yang ia bawa, sehingga
snack dan minuman kaleng itu berhamburan. Si pencopet yang tergesa menubruk
pemuda itu dan terjatuh, dompet June pun ikut terjatuh, karena ia sadar sedang
dikejar oleh June, pencopet itu tidak lagi peduli dengan dompet yang ia curi
yang ia pikirkan kini hanyalah meyelamatkan diri. Dompet June kini di tangan pemuda
berbaju belang itu. Tapi kemudian setelah membereskan belanjaannya yang
berhamburan pemuda itu berlari, bukannya menyerahkan dompetnya. June yakin
pasti pemuda itu komplotan pencopet tadi, pengejaran June beralih ke pemuda
bertopi itu. Pemuda itu terus berlari ke lantai bawah menuju basement , June
tak gentar ia terus mengejar pemuda itu.
Sesampai di parkiran basement June kehilangan pemuda itu. “sial larinya
cepat sekali” nafas June ngos ngosan, June mengatur nafasnya. Ia menayakan
kepada Mas-mas penjaga tiket parkir.
“Mas tadi liat cowok tinggi, pakai topi lari kesini?” Tanya June
masih dengan nafas ngos-ngosan.
“Oh cowok yang pakai baju garis-garis putih biru itu ya mba?”
“Nah, iya iya yang itu lari kemana dia mas?”
“Tadi dia lari ke sana, tapi dia menitipkan ini mba katanya kalau
ada yang menanyakan saya lari kemana, tolong kasih ini “ mas penjaga tiket itu
mejulurkan tangannya dari lubang kecil di balik kaca posnya, di tangan mas itu
ada dompet denim biru muda berukuran 10 x 4 cm . June mengambil dompetnya
memeriksa isinya, ternyata masih utuh tidak ada yang hilang.
“iya betul ini milik saya mas, pemuda itu tadi mencopetnya “ June
mesih menggerutu
“Pencopet? Kok tapi ga ngambil apa-apa ya mba? Trus pake dititip ke
saya lagi. Saya jadi bingung” Mas mas penjaga tiket itu meletakan telunjuk
kanan di bibirnya.
“Ah sudahlah mas jangan dipikirkan yang penting dompet saya kembali,
makasih ya Mas” June meninggalkan pelataran parkir, saat June menengok ke pos
ticketing parkir, si Mas-mas penjaga itu masih saja bingung seperti memikirkan
sesuatu, dahinya terlihat berkerut.
“… gitu kak, jadi aku harus bagaimana aku bingung aku tidak ada
ongkos pulang hiks” Yalisa menyudahi ceritanya sambil teriksak. June tersadar
dari lamunannya, ia harus menolong anak ini, batinnya tak tega.
“Oh tadi Yalisa kyaknya lupa menutup lagi resleting tasnya ,
kemungkinan dompetnya jatuh atau diambil orang, yaudah pakai uang kaka dulu aja
ya, tapi kaka tidak bisa mengantarkan kamu pulang. Tidak apa-apa ya ”
“ Tidak apa-apa kak, terimakasih ya kak, kaka baik sekali”
“ Sama-sama dek lain kali kamu hati-hati ya”
“iya kak, oh ya nama kaka siapa?”
“Juni, panggil aja ka June”
“iya kak June sekali lagi terimaksih bantuanya kak, minta no HP kaka
boleh?”
“oh boleh ni 0878255***11”
***
Hampir satu minggu berlalu semenjak kejadian itu, June hari ini
masuk sekolah setengah hari sampai jam 12 siang karena guru-guru akan
mengadakan rapat mengenai Kurikulum 2013 yang baru. Handphone June bergetar, ia
melihat ke layar “Tante Katrina calling” June cepat-cepat mengangkatnya “
Aslamualaikum, tante apa kabar? Iya June baru pulang sekolah, hari ini setengah
hari,oh iya, iya baik tante,biar June bilang dulu sama Mama, iya waalaikum
salam”. Tante Katrina akan mengajak June krumahnya, Bu Katrina akan mengadakan
sukuran kecil-kecilan di hari ulang tahun August. Bu Katrina akan menjemput
June di rumahnya. June bergegas pulang.
June di jemput bu Katrina tepat jam 2, June mengajak serta Mamanya
pergi ke rumah bu Katrina. Ayah June berjanji akan menyusul setelah ia pulang
dari kantor. Sesampainya di rumah bu Katrina seperti janji June ia akan memasak
makanan special untuk ibu Katrina. June langsung bergelut dengan alat-alat
dapur yang cukup modern di rumah itu dan juga bahan-bahan yang tersedia cukup
beragam. June memasak kentang panggang keju, nasi goreng Pattaya dan pudding coklat. Selain senang membaca buku
biografi ia juga suka iseng membaca buku resep makanan, apalagi saat June
sedang lapar, gambar-gambar di buku resep masakan itu membuat June sedikit
kenyang, jadi ia penasaran untuk mempraktikan
resep yang ia baca, banyak yang berhasil, namun tidak sedikit juga hasil
makananya yang gagal. Namun bukan June namanya kalau berputus asa, ia tidak mau
berkenalan dengan kata menyerah. June
ingat perkataan Vince Lombard : “once you
learn to quit, it becomes a habit” sekali saja kamu belajar untuk menyerah maka
akan menjadi kebiasaan.
Mama dan bu Katrina membantu June menghidangkan makanan ala kadarnya
itu di meja makan. Satu persatu masakan June di cicipi oleh bu Katrina kemudian
oleh Mamanya dan Pak Wiranto juga ga mau
ketinggalan mencicipi masakan June. Mereka kemudian mengomentari masakan June
satu persatu. Mereka berlagak seperti juri Masterchef . Sebagian besar komentar
masakan June ini enak dan unik namun kurang berani di rasa, nasi goereng
Pattayanya kurang asin dan pudingnya
kurang manis. June terlalu hati-hati dalam meberi rasa. Namun mereka puas dan
senang.
Selesai makan, June, Mama dan Ibu Katrina duduk di sofa di ruang
tengah, mereka membuka album-album foto masa kecil August dan June. Ternyata
banyak sekali foto kebersamaan June dan August tersimpan rapi di album itu.
June tidak ingat dengan moment-moment itu, namun ia senang bisa melihat album
kenangan itu, benda mati itu terasa hidup. June merasa kejadian itu seakan baru
saja terjadi, bisa ia rasakan di setiap pori-pori kulitnya, ketika melihat
tangan August menggandengnya mengajak berlari di tepi pantai, June terlihat
takut melihat ombak, namun August menggegam tangannya mengajaknya untuk
mengejar ombak. June merasakan desiran dan suara obak itu di telinganya. Pada
halaman berihitnya ada foto ketika August sedang melukis di kening June dengan
tangannya yang belepotan oleh cat air yang berwarna warni, ekspresi June saat
itu seperti mau menangis dan tangannya berusha menjauhkan tangan August dari
keningnya. Rambut August saat itu masih lebat. Ibu Katrina tertawa renyah
sekali saat menunjukkan foto itu.
“Hahah tante saat itu tak kuat menahan tawa, tante masih ingat
August mengatakan saking lebarnya aku sampai bisa menggambar di jidatnya Juni
lho ma. Lalu kamu merengek dan tidak suka kalau August mengatai kamu si jidat
lebar“. Bu Katrina kembali tertawa. June ikut tertawa, dari situ June mengenal
sosok August sebagai laki-laki yang cukup jahil namun humoris. Dadanya kembali
berdesir seperti ada ribuan kupu-kupu yang bertengger dan berterbangan di
dadanya. Perasaan apa ini.
Setelah selesai melihat-lihat album, June minta diri untuk ikut
solat dan mandi, setelah memasak tadi badanya jadi berkeringat dan menimbulkan
bay tak sedap. Bu Katrina mempersilakan
June menggunakan kamar August, di dalam kamarnya juga ada kamar mandi, ibu
Katrina juga memberi June handuk beserta sajadah dan mukenanya. June menaiki tangga,
kamar August terletak di lantai 2 di rumah itu. June membuka pintu berwarna
hitam, ia membukanya perlahan, kamar itu sangat rapi meskipun jarang dipakai
nampaknya kamar itu selalu dibersihkan, wangi ocean dari pengharum ruangan
otomatis menyeruak di kamar itu. Cat dinding yang berwarna Grey menambah
kenyamanan kamar itu. Kamar yang cukup nyaman dan rapi untuk seorang laki-laki.
Di dinding tertata rapi bingkai foto-foto August bersama Papa dan Mamanya, di meja
belajar juga ada bebrapa bingkai foto berukuran 2R, bingkai berwarna hitam itu
berisi foto August kecil bersama dirinya. June mengambil salah satunya, ia
menatap bingkai foto itu lekat, betapa dekat dirinya saat itu dengan August,
tetapi kenapa dia tidak ingat. Di rumahnya pun tak ada foto dirinya bersama
August. Tiba-tiba ribuan kupu-kupu itu kembali menggerayangi dan berterbangan
lagi di dada June. Perasaan itu lagi.
June segera mandi dan setelah itu June menggelar sejadahnya ke arah
kiblat, memakai mukenanya kemudian solat. Setelah attahiyat terakhir dan mengucapkan salam. June menyenderkan
kepalanya ke tepi ranjang. Susana kamar yang hening dan nyaman membuatnya
terlelap. Dalam tidurnya June bermimpi tentang kejadian pencopetan di mall yang
ia alami satu tahun yang lalu itu. Dalam mimpinya kejadian itu terulang kembali
persis seperti yang ia alami. Namun saat ia mengejar pemuda bertopi itu di
basement ia berhasil mengikutinya ke sebuah ruangan, pemuda itu masuk lalu
menutup kembali pintu yang terbuat dari kaca. June mengejarnya dan mengikuti
pemuda itu masuk ke ruang tersebut. Ruangan itu cukup luas ada satu meja dan
kursi, seperti ruangan belajar. Pemuda berkemeja garis putih biru itu duduk di
kursi dan tangannya memegang dompet June. Pemuda itu tidak memakai topi,
rambutnya yang lurus rapi itu, mencuat ke atas, wajahnya putih bersinar,
halisnya tebal, matanya tajam namun agak sayu. Bibirnya yang tipis itu mengukir
senyum, memperlihatkan rahang pipinya yang tegas. June masih mematung memegang
daun pintu. Ia merasa kenal dengan sosok itu, tapi tanpa rambut. Iya itu
August, June yakin itu. Bibirnya bergetar ingin sekali ia berbicara dan
bertanya, namun terasa sulit, tenggorokannya terasa tercekik. August kemudian
bangkit dari kursinya, dan memberikan dompet itu pada June.
“Dasar ceroboh, lain kali hati-hati ya June” August mengoyak kepala
juni dengan manja. June tersenyum tetapi ia sulit sekali mengeluarkan
kata-kata. Ingin sekali ia berterima kasih. Kemudian August menggandeng tangan
June keluar dari ruangan itu, tiba-tiba mereka berada di sebuah atap gedung
yang tinggi, June melepaskan genggaman tangan August, ia mendongkakan kepalanya
ke atas, di langit banyak sekali bintang-bintang meskipun tak begitu cerah
karena ada sebagian awan menutupi di sudut pandangannya. June senang sekali,
saat mengtahui yang menolongnya itu ternyata orang yang ia kenal. August. June
langsung memeluk August dari belakang, menyandarkan kepalanya di punggung
August yang tegap. August berbalik dan mengangkat Juni setinggi-tingginya Juni
yang kaget berteriak dan melentangkan kedua tanggannya, mereka berputar-putar
dan tertawa. Pintu kaca itu tiba-tiba mendekat dan di ketuk dengan keras.
“TOK TOK TOK TOK, Nak June, Junii”
“TOK TOK TOK nak Junii”
June terbangun, ia mengucek matanya, sesaat ia tersadar kejadian
tadi hanyalah mimpi, tapi perasaan dan sentuhan itu terasa begitu nyata, ia
masih merasakannya. Pintu kembali di ketuk .
“TOK TOK TOK”
“ Iya tante buka saja” Nyawa June kini sudah terkumpul.
“ Aduh kamu tertidur nak, kenapa ga di kasur saja, tante khawatir
kok kamu tidak turun-turun, makanya tante susul ke sini”
“ Aduh maaf tante, mungkin tadi june kecapean, jadi ketiduran, habis
kamar ini nyaman sekali wangi, hehe” June melepas mukenanya kemudian merapikannya
kembali. “ini tante mukena dan sejadahnya “
“simpan di lemari sana saja, simpan di rak paling bawah ya nak June”
tante menunjuk sebuah lemari berwarna putih di samping jendela kamar.
Juni membuka lemari yang cukup tinggi itu, June berjongkok ia meletakan
mukena dan sejadahnya di rak paling bawah. Sesaat ia berdiri dan akan menutup
kembali pintu lemari itu di ia melihat sesuatu di rak kedua dari bawah , June
melihat ada sebuah topi hitam dengan sablon Latter Aj di depannya, June
mengambil topi itu, di bawahnya juga ternyata ada kemeja bergaris vertical
berwarna putih, biru keunguan. June mengambil kemeja itu mengamatinya sejenak.
Dada june bergetar, kini kupu-kupu yang bertengger di dadanya terasa semakin
banyak, ia masih merasakan mimpinya tadi itu seperti nyata. Kemudian June
berbalik.
“Tante apa ini milik August?”
June menunjukkan kemeja dan topi di tangannya.
“Iya nak June, August sangat suka sekali dengan kemeja itu, ia
melarang tante untuk mencucinya, padahal kemeja itu kotor dan bau keringat,
namun August selalu melarang tante mencuci baju dan topi itu, katanya
keringatnya itu keringat super hero, tante juga tidak tahu maksdunya. Ya karena
tante sangat menyayangi August tante nurut saja, untuk tidak mencucinya.
Padahal sudah hampir setahun yang lalu lho baju itu tidak di cuci. Pasti sangat
bau, biar tante cuci saja sekarang”
“ eh jangan tante, Juni boleh memilikinya kan tante?” pinta June
“ Boleh saja jika kamu mau, memang ad ap dengan baju itu?”
“Juni merasa pernah ada sesuatu dengan baju dan topi ini”
“ Iya boleh kalau begitu, selama kamu senang tante ikut senang nak,
yuk kita turun”
June dan bu Katrina turun ke bawah, ternyata di bawah sudah ada Ayah
June sedang berbincang dengan Mama dan Pa Wiranto. June, Ayah dan Mama pamit
pulang karena malam sudah larut, tak lupa mereka berterimakasih atas undangan
bu Katrina dan Pak Wiranto.
Di dalam mobil June duduk di kursi belakang, ia masih memikirkan
mimpinya yang sangat indah itu, ia kemudian memeluk kursi depan yang di duduki
mamanya, melingkarkan kedua tangannya ke leher Mama.
“Ma.. mmm jatuh cinta itu seperti apa sih Ma?” June setengah
berbisik. Mama mengelus punggung tangan putrinya yang melingkar di lehernya.
Kemudian Mama tersenyum.
“Dulu waktu Mama seusia kamu, Mama jatuh cinta untuk pertama
kalinya. Jangankan melihat wajah atau bertemu langsung, mendengar atau membaca
namanyanya saja dada Mama ini terasa geli. Mmmm seperti….” June meneruskan
kalimat Mamanya
“Seperti ada ribuan kupu-kupu yang berkumpul dan berterbangan di
dada ya Ma”
“Nah seperti itu Jun…”
June tertegun. Apa mungkin ia jatuh cinta, baru kali ini ia
merasakan hal seperti ini. Tapi mana mungkin June jatuh cinta pada orang yang
sudah tiada. Ada rasa bahagia dalam diri June, karena ia merasakan jatuh cinta
untuk pertama kali dalam hidupnya, namun ia sedih sekaligus heran, kenapa ia
harus jatuh cinta dengan orang yang sudah meninggal. Ini hal yang aneh, jika ia
benar-benar jatuh cinta ia tidak mungkin bisa memiliki August. Namun June
teringat perkataan guru ngajinya, bahwa semua orang pasti mengalami kematian,
dan kehidupan di dunia ini hanya sementara. Akan ada kehidupan yang abadi
setelah kematian, yaitu di akhirat.
June berdo’a jika cinta yang ia rasakan saat ini tidak menemukan
pemiliknya di dunia, maka pertemukanlah dengan pemiliknya di dimensi lain
setelah dunia ini berakhir. June percaya bahwa saat cinta bertasbih mengikuti
titah Tuhannya, maka cinta akan menuntun cinta sampai pada tuannya. Aammin
--
Selesai --
Tidak ada komentar:
Posting Komentar