Total Tayangan Halaman

Sabtu, 24 Agustus 2013

Truth is Dare


Siang itu matahari mengeluarkan energi panas lebih banyak dari biasanya, awan pun sedang pergi entah menguap kemana. Teriknya sanggup mengubah pigmen di kulit bereaksi  menjadi lebih gelap.  Tak seharusnya Juli berada di luar hanya demi membeli biskuit kesukaannkya, hari itu memang persediaannya sudah habis. Jadi Juli memutuskan sepulang sekolah ia akan mampir dulu ke mini market dan membeli beberapa biskuit kesukaannya. Minimarket itu agak jauh dari halte pemberhentian bus, jadi Juli harus sedikit berjalan menuju halte. Juli mengangkat tanganya menutupi wajahnya agar tidak terlalu silau terkena pantulan cahaya matahari.
“Tiiinn Tiinn” suara klakson motor tepat di belakang Juli. Juli melangkahkan kakinya beberapa langkah ke kanan, ia beranggapan jalannya menghalangi jalan sepeda motor.
Tiiinnn Tiin, Juli mulai terganggu, ini motor maunya apa sih, pikir Juli. Juli pun menoleh ke belakang
“Juli, mau bareng ga?” ajak suara laki-laki yang wajahnya masih tertutup helm.
Juli masih bingung, memicingkan matanya dan mencoba menerobos pandangannya ke kaca helm. Sang empunya helm mengerti isyarat matanya Juli, ia pun membuka kaca helm nya.
“Janu”
“ Hahaha iya kamu pikir penculik ya? Mau kemana? Pulang?”
“Iya aku mau pulang”
“ Yaudah bareng aja, tenang gratis kok hahah ” ajak  Janu
Janu menyodorkan helm yang ia simpan di jok belakang. Juli hanya mengangguk dan tersenyum.  Motor Janu pun melaju di tengah kemacetan kota Garut. Namun kali ini Janu menikmatinya, karena ia ditemani Juli. Kemacetanpun  terasa menyenangkan kali ini. Kerena sepanjang jalan Juli terus saja berceloteh tentang dunia khayalnya. Ya si Juli ini memang  seperti hidup di dunia peri,alias dunia dongeng. Apapun yang dilihatnya pasti ada cerita ataupun sejarah tersendiri dibalik nama benda yang ia lihat, semuanya fiktif. Namun Janu yang sudah terbiasa dengan hal itu, hanya cekikikan saja mendengar cerita-cerita ngayal khas Juli. Janu masih ingat sekali cerita pertama yang ia dengar dari Juli yaitu  ketika Juli bercerita tentang kisah Sandal jepit yang tak terpisahkan, dan harus selalu memiliki motif dan warna yang sama meskipun mereka berbeda. Dan betapa sedihnya jika salah satu dari mereka ada yang tertukar ataupun kehilangan. Juli selalu merasa iba jika melihat sandal tergeletak sendirian, itu membuatnya tak berarti. Janu langsung teringat pada kalimat yang tertulis di pembatas buku “love is like a pair of sandals right to be here left to be complete” ironis sekali karena pembatas buku itu hanya ada bagian “right” nya saja. Kalau Juli tau ia pasti akan mengutuknya. (peace nyoll :p)
Rumah Juli memang tak jauh dengan Janu. Bisa dibilang mereka ini tetangga tapi beda komplek (oke berarti bukan tetangga). Makanya tidak heran mereka sangat dekat, seringkali mereka berangkat dan pulang bersama seperti hari ini. Janu dan Juli ini bersekolah di SMA Merdeka 91 dan merekapun  sama-sama  utusan dari  kelas 2IPA7. Kelas paling kontroversial di sekolah itu. Kelas IPA7 ini adalah kelas IPA, namun murid-murid yang ada di dalamnya seharusnya berada di kelas IPS, alhasil terciptalah kelas IPA7 . Dan percaya atau tidak, tidak ada satupun guru yang mau jadi wali kelas di kelas IPA7 ini. Karena tak ada yang lain yang diciptakan kelas ini selain Masalah.
Tiba-tiba motor Janu pun agak oleng dan Janu meminggirkan motornya.
“Ah sial, kaykanya ban motornya kempes nih Jul, coba kamu turun dulu” Juli pun turun dan melihat kondisi ban belakang.
“Wah Janu, ban bagian belakangmu juga kempes nih, padahal berat badanku cuma naik dua kilo saja hufft” Juli melipat kedua tangannya di dada, dan memonyongkan bibirnya.
“Kebanyakan makan biskuit sih hahah, liat ban motorku jadi kempes dua-duanya, nyari tambal ban daerah sini dimna ya?” janu celingukan mencari tukang tambal ban.
“Oh aku ingat Janu, di bawah turunan setelah jalan ini trus ke kiri sedikit, nah di situ ada tambal ban, gak jauh kok, ya kira-kira 100 meterlah dari sini” terang Juli sambil memainkan tangannya menunjukan arah.
“Oh iya iya aku ingat, bantuin dorong dong Jul hehe” pinta Janu
“Tuh kan, ingkar janji, katanya kalau nebeng gratis, eh minta dorong juga huhu” Juli menjulurkan lidahnya mengejek Janu.
“Hahahahah salah sendiri jadi cewek kok gemuk, ayolah itung-itung olah raga kan?”
“Paling bisa deh !” Juli pun menyerah, ia mendorong motor Janu di bawah teriknya panas matahari, hingga sampai juga di tukang tambal ban.

Juli mengusap keringat yang mengucur di dahinya yang lebar, Janu yang tak tega melihat temannya itu kecapean  menawarkannya minuman dingin. Alih-alih mau memeberi tumpangan malah bikin Juli kesusahan. Janu membeli dua botol minuman dingin di warung kecil di pinggir tukang tambal ban. Kemudian menghampiri Juli yang sudah lebih dulu duduk di bangku panjang di depan warung.
“Nih minum dulu”
“Thanks”
Juli langsung menyedot setengah dari minumannya. Sedangkan Janu tidak langsung duduk ia menghampiri tukang tambal, kemuadian memeriksa penyebab bannya itu bisa bocor dua-duanya. Ternyata penyebabnya adalah tertusuk  paku, dan itu pasti modus tukang tambal ban ini juga agar usahanya laku. Janu hanya pasrah, dan menyerahkan semua pekerjaanya ke tukang tambal, yang penting motornya bisa jalan lagi. Setelah bernegosiasi dengan tukang, Janu menyusul Juli duduk di kursi kayu panjang depan warung kecil itu.
“Kenapa katanya?” Juli berharap jawabannya bukan karena kelebihan muatan.
“Kena paku dua-duanya, aku rasa sih ini modus “
“Ooh”
Juli memainkan sedotan dari minuman botol yang ia minum. Juli kelihatan sangat letih, tak biasanya ia menanggapi pernyataan orang lain dengan satu kata “oh” . Suasanapun hening, Janu seakan kehabisan kata-kata, kemudian  untuk mengurangi rasa kikuknya  Janu mengeluarkan HP dari saku celananya. Kalau lagi bĂȘte gini, pasti tau donk apa yang akan orang lakukan dengan HP nya. YUP buka TWITER, stalking TL, atau open link berita-berita yang seru. Begitulah kebiasaan Janu jika sedang tidak ada kerjaan. Janu adalah salah satu followersnya @WOWKonyol. Janu memfollow akun yang satu ini karena ia tertarik sama quote-quote nya yang bikin ngakak, segala hal kecil aja dibikin seru sama si onyol ini. Dan salah satu twit favorit Janu adalah #KuisDora, belum pernah sekalipun Janu berhasil menebak Kuis Dora. Memang ada-ada saja si akun @WOWKonyol ini. Janu pun tenggelam dalam lautan TimeLine, sampai lupa ia sedang berlabuh di tukang tambal bersama seseorang.
“Janu” Juli mulai jenuh, ia pun membuka pembicaraan.
Janu tidak menggubris panggilan Juli, ia masih asik menyelami TL hingga ke dasar paling dalam.
“Janu” kali ini Juli mengguncang pundak Janu, hingga akhirnya Janu sadar telah kehabisan nafas dan kemabali ke permukaan.
“eh iya Juli, sorry ni lagi asik stalking”
“huh dasar, minumanku habis nih”
“habis kamunya diem aja sih, emm pantes minumanmu habis jadi siap berceloteh lagi nih? Hahaha” Janu malah menggoda Juli.
“Kamu liat apaan sih Janu, kaykanya asik banget” Juli ikut penasaran
“Eh liat deh ini akun @WOWkonyol , dia lagi ngebahas Truth or Dare”  Janu memperlihatkan HP nya. Juni pun menggeser duduknya agak lebih dekat dengan Janu.
Mereka pun tertawa bersama melihat twit dari followers onyol yang pada konslet otaknya. Ada aja yang jadi bahan kekonyolan, segala sandal lah dibawa-bawa.
“Hahahahaha, eh Jul emang Truth or Dare itu permainan apa sih?”
“Jadi dari tadi kamu ketawa tuh ga ngerti sebenernya?”
“Hehehe sedikit sih, Truth kan berarti jujur, Dare itu tantangan? Tapi aku ga ngerti permainan apa itu?” Janu menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“Jadi gini Janu….”
“Konon jaman dahulu kala di sebuah negeri hiduplah Raja dan Ratu di Istana Kota Kulon V. Raja dan Ratu itu bernama Raja Ryan dan Ratu Dipa. Setelah sekian lama hidup bersama Raja dan Ratu belum saja di karuniai anak. Mereka sangat cemas, karena apabila mereka tidak saja dikaruniai keturunan maka kerajaan Kota Kulon V ini akan musnah. Hari itu Raja dan Ratu sedang bersedih meratapi nasib mereka yang tidak saja dikaruniai anak. Tiba-tiba datanglah kedua penasihat kerajaan yaitu Penasihat Resa dan penasihat Yoga. Mereka tidak sengaja mendengar percakapan Raja dan Ratu. Raja, Ratu dan Penasihatpun datang menemui penyihir jahat,jauh ke dalam hutan belantara. Akhirnya mereka sampai di kediaman penyihir. Penyihir itu bernama penyihir Dita. Raja dan Ratu membuat kesepakatan dengan penyihir jahat, penyihir itu kan memberikan Raja dan Ratu keturunan dengan sayarat anak bungsu dari raja dan ratu nanti harus diserahkan kepada penyihir Dita. Penyihir akan mengambil jantungnya agar dia bsa hidup abadi. Raja dan Ratupun berfikir sejenak, tak masalah jika hanya satu anaknya saja yang ia serahkan kepada penyihir. Yang penting mereka memiliki keturunan untuk mewarisi tahta kerajaan Kota kulon V”
“ Bentar-bentar ini beneran Jul?” Janu memotong cerita Juli berusaha meyakinkan diri dulu, imajinasinya akan dibuat percaya atau tidak.
“Iih Janu dengerin dulu, pada akhirnya kamu juga akan tahu kok mana yang realistis mana yang cuma dongeng” Juli pun melanjutkan kembali ceritanya
“Beberapa tahun berlalu Raja dan Ratupun di karuniai lima orang anak. Anak pertama dan kedua adalah anak kembar, yaitu Putri Lena dan Pangeran Seha, anak ketiga dan keempat yaitu Putri Ratna dan Putri Sabna, lalu yang terkahir adalah Putri Alia. Raja dan Ratu sangat senang dan mereka sangat sayang kepada kelima anaknya terutama putri bungsunya. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Tak terasa Putri Alia tiga hari lagi akan menginjak usia 17 tahun, itu artinya sudah saatnya Raja dan Ratu memberikan jantung Putri Alia kepada penyihir. Raja dan ratu yang terlanjur menyayangi Putri Alia merasa tak rela jika putri Alia harus diserahkan kepada penyihir. Raja dan ratu berencana untuk melanggar kesepakatan itu. Penasihat Resa dan Yoga mencoba memperingatkan raja dan Ratu. Merekapun meminta nasihat Peri Vina, Peri Vina menyarankan semua anak-anak keturunan raja dan ratu harus segera memiliki pasangannya masing masing itu artinya mereka harus jatuh cinta. Cinta yang tulus”
“Bentar-bentar Jul, kali ini aku haus mau beli minum dulu, ini kaykanya bagian seru nya nih kalau sudah cinta-cintaan”
Janu pun beranjak dari kursinya dan membeli dua botol minuman satu untuknya dan satu lagi untuk….. cadangannya, karena cerita Juli pasti masih panjang.
“Dilanjut nih ya” Juli pun melanjutkan kembali dongeng nya
“Raja pun memutuskan untuk mengadakan sayembara, Raja akan mengadakan pemilihan pasangan untuk putra putrinya, agar mereka bisa segera jatuh cinta dan terbebas dari kutukan penyihir jahat. Besoknya banyak sekali putri-putri dan pangeran dari negeri sebrang mengikuti sayembara. Karena saking banyaknya peserta, Raja pun memilih pasangan untuk putra putri nya dengan cara diundi. Karena pada saat itu belum musim arisan di kocok-kocok keluar deh namanya. Itu belum musim. Raja pun berpikir, bagaimana cara pengundiannya, ia mundar mandir di depan meja makan, hingga tak sengaja jubah Raja menyenggol botol minuman di meja makan, botol itu jatuh ke karpet dan berputar. Raja langsung mendapatkan ide, bagaimana kalau cara pengundiannya di tentukan oleh putaran botol. Mulut botol akan berhenti dan menunjuk ke salah satu orang, maka dial ah yang akan menjadi pendamping anaknya. Dan yang berhak memutar botol itu hanyalah Putra dan Putri Raja. Jadi initinya merekalah yang menentukan pasangan hidupnya, dengan menggantungkan takdirnya pada putaran botol. Ini adalah sebuah tantangan (dare) bagi putra putri raja. Namun jika harus jujur (truth) mereka kurang setuju dengan cara ini.
“Oh jadi cara mainnya gitu Jul? enak ya aku tinggal memutar botol diantara cewek-cewek cantik, trus mau ga mau mereka harus jadi pasangan ku gitu?” Janu menyedot kembali sisa minumannya.
“Masalahnya memang ada cewek cantik yang mau sama kamu? hahaha aku belum selesai Janu, permainan yang sebenarnya bukan seperti itu”
“Huh sialan, trus trus gimana donk penasaran” Janu kembali menyimak cerita Juli.
“Trus…
“Pangeran dan Putri akhirnya menemukan pasangannya masing-masing, hingga tiba pukul 11 sejam sebelum Putri Alia berusia 17 tahun, penyihir Dita menyelinap masuk ke istana, dan ingin menculik Putri Alia. Raja menyadari hal itu, Raja pun memanggil Peri Vina, Raja heran kenapa penyihir jahat masih saja mengincar putrinya padahal ia sudah mendapatkan pasangan. Peri vina memberitahu Raja bahwa Putri Alia tidak benar-benar jatuh cinta kepada pasangannya, cinta itu tidak bisa dipaksakan. Cinta itu akan datang secara tidak terduga dan tak disangka-sangka itulah cinta yang tulus. Raja pun mengerti, ia memerintahkan peri agar mengumpulkan para peserta sayembara yang menyukai putri Alia. Ada 4 orang pangeran dari negeri sebrang, namun entah kenapa Putri Alia kurang sreg dengan mereka, Putri Alia meminta izin kepada Raja agar ia memilih satu orang lagi untuk mengikuti permainan ini, yaitu Prajurit Novan, ia adalah salah satu putra dari pelayan di istana. Sudah sejak lama Putri Alia mengangumi kebersahajaan dari Prajurit Novan. Awalnya Raja tidak yakin, namun peri Vina meyakinkan Raja siapa tahu orang biasa seperti Novan akan menyelamatkannya dari kejahatan penyihir Dita. Lima orang pemuda termasuk Prajurit Novan duduk melingkar, Putri Alia memutar botol itu, Putri Alia berencana akan memeberikan tantangan kepada para peserta untuk menguji  mereka tulus atau tidak ingin menjadi pendampingnya. Putri Alia juga akan menguji mereka dengan kejujuran, karena kejujuran merupkan kunci dari ketulusan. Botol itupun berhenti di Pangeran Taro, ia adalah anak Raja yang paling kaya di negrinya. Putri Alia menantangnya untuk memberikan mahkota Pangeran Taro kepdanya. Namun ..
“Si Putri Alia itu matre donk ya?” Potong Janu
“Ya ga lah Januuu, itu tantangan Putri Alia ke pangeran Taro, ia ingin membuktikan bahwa lebih besar mana cintanya pada Putri Alia atau kepada hartanya”
“ Oh, biar aku tebak, Pangeran Taro itu lebih sayang kepada hartanya kan?”
“Yup tepat sekali…..
“Pangeran Taro tidak mau menerima tantangan dari putri Alia, ia pun keluar dari permainan. Putri Alia memutar kembali botolnya, botol itu mengarah ke Pangeran Rival ia adalah pangeran paling tampan di negrinya. Putri Alia menantang pangeran Rival untuk mencukur setengah dari rambutnya, pangeran Rival pun menolak dan memilih untuk keluar dari permainan. itu membuktikan bahwa Pangeran Rival lebih mencintai ketampanannya daripada Putri Alia. Putri Alia memutar kembali botolnya, kali ini mulut botol mengarah kepada Pangeran Sam-sam, ia tidak ingin diberikan tantangan. Putri Alia pun menyuruhnya untuk berbicara jujur saja, ia menanyakan satu hal pada Pangeran Sam-sam. Jika nanti Putri Alia terkena kutukan penyihir dan wajahnya tidak cantik lagi, apakah Pangeran Sam-sam akan terus bersamanya. Ternyata jawaban Pangeran Sam-sam mengecawakan. Ia pun keluar dari permainan, hanya tinggal dua orang lagi. Pangeran Aldi dan Prajurit Novan. Putri Alia memutar kembali botolnya. Mulut botol itu mengarah ke arah Prajurit Novan. Putri Alia menanykan apakah Novan ingin tantangan atau kejujuran. Novan menjawab tantangan terbesar dalam hidupku adalah kejujuran yang mulia. Putri Alia pun memberikan tantangan berupa kejujuran kepada Prajurit Novan. Putri Alia menanyakan kepada Novan
“Apakah aku ini seorang Putri yang cantik?”  memang Putri Alia ini selalu merasa paling jelek diantara kakak-kakanya. Namun ia tidak pernah membahas itu, namun kali ini Putri Alia ingin sekali menanykan hal ini pada Prajurit Novan.
“Maaf yang mulia, menurut saya Putri Alia memang tidak cantik, namun kerendahan hati Putri Alia lah yang membuat kecantikan itu tidak berarti apa-apa bagi saya, kecantikan itu tidak abadi yang mulia, menjadi tua itu pasti dan  kerendahan hatilah yang akan menjadi sejati, izinkan aku untuk menjadi bagian dari duniamu yang mulia ”
 Putri Alia kaget dengan kejujuran Prajurit Novan. Bertambahlah kekaguman Puri Alia kepada Novan. Namun permainan itu belum selesai masih ada satu orang peserta lagi, yaitu Pangeran Will. Tak disangka pangeran Will menyatakan untuk mundur dari permainan ini, ia merasa Prajurit Novan yang pantas mendampingi Putri Alia, ialah yang paling tulus. Akhirnya Putri Alia pun menemukan cinta sejatinya. Kutukan penyihir jahatpun tak berlaku lagi, karena kini Putri bungsu raja telah menmukan cintanya. Cinta yang tulus.
“Seperti biasa, akhir cerita dari dongeng itu pasti. Akhirnya mereka hidup bahagia selamanya..’
“Happily ever after…” Juli dan Janu mengucapkan kalimat ini bersamaaan dan kemudian mereka tertawa.
“Nah semenjak saat itu, permainan Truth or Dare menjadi popular di kalangan remaja, biasanya sering dipakai untuk mengungkit masalah asmara, gitu Janu”
“Oh gitu hahahahah, gimana kalau kita coba?” ajak Janu
“Yakin nih? Ayuk siapa takut” Juli menerima ajakan Janu.
Janu memutarkan botol minuman yang sudah habis di kursi panjang, dan tak lama botol itu memutar,kemudian berhenti di Juli.
“Kamu pilih Truth or Dare Juli?”
“Mmmmm Dare aja deh”
“Ok, aku minta semua biskuit favortimu itu” Janu menjulurkan telapak tangannya.
“Apa? Semuanya? jangan dong Januu please”
“Kalau gitu kamu pulang jalan kaki hahah”
“Tuh kan bener ga ada yang gratis di dunia ini ” bibir Juli cemberut ia pun memberikan sekantong plastik  biskuit coklat kesukaanya kepada Janu. Tanpa sadar Juli telah membuktikan bahwa ia rela memberikan biskuit kecintannya demi Janu. Itu artinyaa..
 Giliran Juli memutar botol, dan botol itu kali ini berhenti di Janu. Juli melompat saking kegirangannya, ia berencana akan mengerjai Janu.
“Yess, Truth or Dare?”
“ Seperti kata Prajurit Novan Kejujuran adalah tantangan terbesar dalam hidup, so aku pilih Truth”
Ini tak sesuai dengan harapan Juli, tadinya ia berharap Janu memilih Dare. Karena Juli akan mengerjai Janu, namun harapan terkadang memang tak sesuai dengan kenyataan. Juli berfikir apa yang mesti ia tanyakan pada Janu.
“Masih bingung Jul mau nanya apa?” Janu merogoh saku celananya, membuka lagi twwiter di HP nya.
“Iya nih, aku bingung, masa harus mengajukan pertanyaan seperti Putri Alia hahah“ Juli mematukan telunjuk jari ke bibirnya.
“Jika kamu mengajukan pertanyaan seperti Putri Alia, aku punya jawaban yang berbeda dengan Prajurit Novan kecuali bagian tidak cantiknya, itu aku setuju hehehe”
“Sialan, haha memangnya apa jawabanmu?” Juli memalingkan wajahnaya ke arah Janu
“Juli” Janu memutar badannya lebih dekat dengan Juli
“Kamu memang tidak cantik, namun imajinasi tinggi kamulah yang membuat kecantikan itu tidak berarti apa-apa bagiku, cerita-ceritamu yang selalu menjadikan sesuatu menjadi lebih berarti. Izinkan aku menjadi bagian dari duniamu Juli. Bersama, kita akan membuat cerita kita, for real kali ini. Cerita Aku dan Kamu.” Janu memegang kedua tangan Juli, ia hanya ingin meyakinkan Juli kalau ucapannya serius. Mata Janu pun menatap dalam-dalam memasuki alam pikiran Juli yang sedang mengawang di dunia khayalnya, Janu ingin menjemput Juli kembali ke dunia nyata.
Juli tak menyangka, kalimat itu keluar dari mulut Janu, kali ini ia sedang tidak berkhayal kan, ini bukan di dunia imajinasinya kan?, bukan pula di dunia dongengnya, ini nyata. Serius ini nyata. Mata mereka terlalu lama saling menatap, seperti magnet yang berlainan kutub, saling menarik satu sama lain, wajah mereka semakin mendekat, hati mereka nampaknya sudah terpaut, kelopak matapun secara otomatis mulai mengatup, tak terasa bibir merekapun hampir saja beradu sampai…

“A.. A ini motornya sudah selesai” 

Kantong Pelastik


Rabu biasanya menjadi hari baik bagi Karel, entah ya dari dulu hari Rabu selalu saja menjadi hari keberuntungan untuknya. Ia menyebut hari Rabu adalah hari Lotre. Hidup memang seperti lotre kita tidak tahu apa yang akan terjadi setiap detiknya, apakah kita akan mendapat keberuntungan ataukah kita akan mendapat kerugian besar. Semuanya diserahakan kepada waktu dan tentu saja takdir. Ada pepatah mengatakan recanakanlah sebagian hidupmu sisanya biarlah menjadi kejutan. Karena banyak hal-hal yang tak terduga yang akan terjadi. Seperti hari ini.
Karel yang selalu asik mengunyah permen karetnya baru saja pulang dari sekolah, seragam putih abu-abunya sedikit basah karena dari sejak pagi langit tak berhenti meneteskan rintik hujan, menyebabkan aspal yang basah dan wangi yang khas. Karel bergegas pulang, hari ini ia punya janji untuk menemui teman-teman SMP nya. Sejak Karel menjadi anak SMA, ia belum menemukan teman-teman yang se asik teman-teman SMP nya, Karel bersekolah di SMA yang cukup elit di kota, atmosfer di SMA tempat Karel belajar tak terlalu bersahabat seperti sekolah SMP nya dulu di desa. Makanya hari ni Karel sangat bersemangat sekali ketika teman-teman SMP nya mengajaknya bertemu. Karel sengaja tak pulang dulu ke rumah karena ia sudah tak sabar betemu teman-temannya. Karel mengenakan jaket kulitnya, memakai helm, menunggangi motor gedenya.
Karel melaju dengan kecepatan sedang, ia menikmati perjalanan menuju desa, tempat-tempat yang ia lalui memutar otaknya untuk kembali mengenang kenangan indah bersama teman-temannya, karena Karel memang di lahirkan dan di besarkan di Desa ini, jadi setiap sudut dari desa ini adalah sejarah baginya. Sejarah yang menyenangkan. Di desa ini Karel belajar banyak hal, belajar kesederhanaan, kebersamaan, dan belajar jatuh cinta.
Karel melintasi satu buah pohon kersen tak sadar ia melukisnya garis senyum di wajahnya, ia teringat saat ia masih kelas 1 SMP di sana ia menangis sejadi-jadinya, karena saat ia menaiki pohon kersen demi mengambil buah kersen untuk Kirana. Kirana adalah anak dari pengasuh Karel. Karena Ayah dan Ibu Karel sama-sama bekerja sejak kecil Karel di asuh oleh ibunya Kirana. Oleh karena itu Karel dan Kirana ini sangat dekat.
Saat itu di atas pohon ada ular yang melilit di ranting, Karel sangat ketakutan sekali, ia menangis. Kirana yang saat itu kasihan pada Karel dengan sigap membawa batang bambu dan mengusir ular itu yang ternyata bukan ular itu hanya lilitan tanaman parasit berwarna kuning kecoklatan, sekilas memang mirip dengan ular. Karel malu setengah mati, ia sudah menangis dan di tolong pula oleh Kirana yang ironisnya seorang perempuan. Harga diri ke laki-lakian nya mau di taruh di mana. Sejak itu Karel meminta Kirana untuk tidak menceritakan hal memalukan tersebut kepada teman-teman lainnya.
“ Kirana, berjanjilah kepadaku apapun yang terjadi jangan ada yang tahu tentang hal ini” pinta Karel sambil menyeka sisa air mata di pipinya.
“ Iya Karel hihihi” Kirana tak tahan menahan tawa nya.
“ Tuh kan, kamu malah menertawakanku, Please Kirana ini hanya rahasia kita berdua saja” kali ini Karel memohon dengan melipat kedua tangannya.
“ Iya Karel, kamu harus percaya padaku” Kirana meyakinkan
Kirana menyetujuinya, meskipun ia sebenernya geli sekali dengan kejadian itu dan ingin sekali menceritakan kepada teman-temannya ketika sedang bermain truth or dare, namun batin Kirana tak tega. Karena sejak saat itu entah kenapa Kirana menyimpan kekaguman tersendiri kepada Karel. Jadi ia memilih untuk menyimpan cerita –dan kekagumannya- di dalam hati saja. Karel selalu khawatir jika teman-temannya sudah mengajaknya bermain truth or dare, karena pasti teman-temannya akan memberi pertanyaan dan tantangan yang pasti gila. Namun Karel adalah laki-laki yang selalu beruntung, setiap bermain truth or dare moncong botol tak pernah mengarah kepadanya, itu artinya ia tak pernah mendapat giliran untuk menjalankan truth maupun dare dari teman-temannya. Karena hal itu Danu selalu menyangka kalau Karel memiliki kekuatan magic semacam sihir agar bisa terhindar dari permainan gila ini. Bahkan pernah sebelum memulai permaianan Danu memaksa bertukar tempat dengan Karel karena Danu curiga bahwa tempat duduk Karel sudah diberi semacam mantra-mantra.
“Sebelum memulai permainan ini, saya mau kita tukeran tempat dulu Karel” pinta Danu
“Buat apa, sama saja kan?” tolak Karel malas
“Tidak, pokonya kita tukeran, saya yakin tempatmu itu sudah diberi mantra-mantra kan?” Danu masih saja menaruh curiga pada Karel
“ Ya Tuhan Danu ini taun berapa sih? Masih aja percaya sama yang begituan” Protes Jaka yang kala itu sudah tak sabar memulai permainan.
“Jaka kamu tahu film Harry Potter di rilis tahun berapa? Tahun 2000 jadi hal-hal begituan masih hits tau. Atau jangan-jangan kamu alumni dari Hogwarts School ya Karel?” Danu masih keukeuh
“Ya ampuun Danuuu jangan mulai deh” Jaka mulai kesal
“Jangan mentang-mentang Karel itu mirip sama kamu, lantas kamu membela nya berbuat curang ya Jaka, atau jangan-jangan kalian berkomplot?” tuduh Danu.
Jaka ini memang memiliki kemiripan wajah dengan Karel, namun kulit Jaka agak sedikit gelap, dan berat badannya mungkin lebih kurus 5kg dari Karel. Orang lain pasti menyangka Karel dan Jaka ini adalah adik dan kaka.
“Sudah-sudah, nanti malah ga jadi ni main Truth or Dare nya” Kirana berusaha menyudahi perdebatan.
“Silakan Danu Potter tempat ini milikmu” Karel mempersilakan.
Karel menyetujuinya untuk bertukar tempat, Danu tersenyum puas. Tapi apa yang terjadi?  justru botol itu terus-terusan mengarah ke arah Danu. Danu di kerjai habis-habisan oleh Jaka, Karel dan Kirana.
Motor Karel tiba-tiba seperti menggilas sesuatu, Karel pun dengan spontan mengerem motornya. Ia berbalik, melihat apa yang barusan ia gilas, taktunya binatang seperti tikus atau kucing. Karel melepas helmnya, agar bisa melihat lebih jelas benda yang tadi digilasnya. Karel melihat sesuatu berwarna hitam seperti kantong plastik, Karel penasaran, ia turun dari motornya dan ingin melihat apa isi kantong plastik itu. Tiba-tiba dari sebrang jalan ada seseorang memanggil.
“Woiiii KAREEEEEELLLL” teriak Danu
Karel pun menoleh ke sumber suara.
“Danuu Potter.. gila kangen banget gue” Karel berlari kecil ke arah Danu.
“Apa kabar lo Karel, bawa oleh-oleh mantra apa nih?”
“ Hahahahha masih aja ya” Karel mengacak-acak rambut Danu
“Lo sama siapa kesini Rel?”
“Sendiri aja nih, lo sama siapa Danu? ”
“Sendiri, gue baru balik dari….” Danu tak melanjutkan kata-katanya, pandangannya teralihkan ke arah motor gede milik Karel
“Gila motor lo keren banget nih, gue yakin nih ini pasti motor bekju yang lo mantra jadi moge” Danu mengelus-elus boddy motor Karel.
“Astaga Danu kelakuan lo ga berubah, ayo naik yang lain pasti udah nunggu”
“Oh ya kita jadi kumpul sekarang di rumah Jaka”
“Oke lets go…”

Karel memakai lagi helmnya, dan kemudian melaju dengan motornya. Karel pun melupakan tujuan utamanya membuka helm. Melihat isi kantong plastik itu.
Tak lama Karel dan Danu sampai di rumah Jaka, di sana Kirana dan Jaka nampak sedang menyiapkan lapak untuk acara reunian kecil mereka. Kirana sedang membawa nampan berisi piring dengan kue-kue manis, dan sepiring keripik singkong favotit mereka. Jaka dan Kirana pun menyambut kedatangan Danu dan Karel.
“Karel my bro hahahah apa kabar nih?” Jaka memeluk Karel
“Baik-baik, lo gimana udah lebih ganteng dari gue belum nih haha ?”
“Haha kulit gue udah agak putihan dikit sih hahah”
“ Hahahaha” Jaka , Danu tertawa terbahak, berbeda dengan Kirana ia hanya tersenyum simpul sambil menutup mulutnya.
“Hi Kirana” Karel menghampiri Kirana
“Hi Rel, kamu tinggian ya sekarang” kepala Kirana agak mendongkak ke atas.
“Kamu kok jadi pucet? Kamu sehat?” Karel memperhatikan wajah Kirana yang memang agak pucat.
“Sehat kok, mungkin hanya kecapean saja” Kirana menjadi salah tingkah.
Karel memang suka penasaran dengan sikap misterius Kirana. Kirana adalah perempuan yang tangguh namun tak banyak bicara, Kirana selalu melakukan hal-hal yang tak terduga yang tak terpikirkan oleh Karel. Dan karena alasan itulah kekaguman Karel terhadap Kirana timbul. Karel hampir tidak pernah bisa membaca pikiran Kirana.
“Ayo-ayo semuanya kumpul sini” ajak Danu.
Mereka berempat pun duduk melingkar di beranda, selain pohon kersen, tempat itu memang menjadi favorit mereka untuk sekedar berkumpul, bermain atau mengerjakan PR. Karena rumah Jaka memang memiliki view pesawahan yang terhampar luas di desa itu. Sangat menentramkan.
Ke empat sahabat yang sudah lama tidak bertemu itu, tenggelam dalam cerita-cerita kenangan dan pengalaman-pengalaman baru mereka di sekolah SMA. Namun di dalam hati Danu, Karel dan Kirana berharap agar hari itu jangan sampai Jaka mengajak mereka untuk bermain Turth or Dare. Sampai..
“Eh eh gimana kalo kita main Truth or Dare “ ajak Jaka. Danu, Karel dan Kirana hanya terdiam
            “Sebentar, gue ambil dulu botol nya” Jaka pun pergi meninggalkan kebisuan ketiga sahabatnya, ia menganggap mereka bertiga setuju-setuju saja. Tak lama Jaka kembali dengan botol warna hijau di tangannya.
“Oke kita mulai, gue mau kali ini Karel dapet giliran, Sekaliiii saja ya Tuhan” tanpa basa basi dan kesepakatan bersama, Jaka langsung saja memutar botol itu, dan moncong botol itu mengarah ke arah Jaka sendiri.
“Ah sial” gumam Jaka
“Lo pilih apa Jek?” Tanya Danu
“Mmmm dare aja lah”
“Oke, Muka lo sama si Karel itu kan mirip ya, coba lo tiruin ekspresi-ekspresi dari Karel, siap ya nanti gue foto in trus gue upload di instagram, harus semirip mungkin ya” jelas Danu
“Cuma gitu doing? Keciiilll” Jaka menjentikan jari kelingkingnya.
Karel dan Jaka duduk berdampingan mereka memasang muka dengan berbagai ekspresi, mulai dari manyun, nyengir, senyum alay bibir ditipis-tipisin, ngembungin pipi, sampai gaya mulut nganga. Danu yang memotret mereka dengan kamera HP nya tertawa geli melihat ekspresi Jaka dan Karel yang memang sangat mirip ini, begitupun Kirana ia tertawa kecil sambil menutup mulutnya, wajahnya masih terlihat pucat meski mengukir tawa. Berbeda dengan ibunya Jaka bu Manah yang sedari tadi memperhatikan anak-anak itu di balik jendela, Ibu Manah meneteskan air mata melihat dua wajah yang hampir mirip itu Jaka dan Karel. Wajah itu seakan memanahkan timah panas di hati bu Manah.  Hendak menyeka air mata yang jatuh di pipinya, sikut Ibu Manah tak sengaja menyenggol pot bunga, sehingga pot bunga itu jatuh dan pecah. PRANG!! Danu, Karel, Jaka dan Kirana langsung menoleh ke arah sumber suara. Jaka langsung berdiri dan beranjak dari tempat duduknya, menghampiri ibu yang berusa menyembunyikan wajah sedihnya, Ibu Manah memunguti pecahan-pecahan kaca yang berserakan di lantai.
“Ibu ada apa?” Jaka membungkuk dan membantu ibunya membereskan pecahan kaca.
“Ti.. tidak ada apa-apa nak ibu tadi terburu-buru jadi tak sengaja menyenggol pot bunga” Karena gugup tangan ibu Manah pun tertusuk pecahan kaca.
“AWW!” teriak bu Manah, mendengar terikan bu Manah Danu,Kirana dan Karel langsung mengahampiri bu Manah.
“Tuh kan ibu tidak hati-hati makanya….” Tiba-tiba Ibu Manah memeluk Jaka erat dan menangis sejadinya.
“Maafkan Ibu nak maafkan Ibu..” Jaka yang masih kebingungan, kenapa ibunya begitu sedihnya hanya karena memecahkan pot bunga. Pun Karel, Kirana dan Danu mereka juga di buat bingung oleh kelakuan ibu Manah.
“Hei.. tenang-tenang ibu…ada apa sebenarnya” Jaka mengeratkan dekapannya dan mengelus halus pundak ibunya.
“Ibu sudah tidak tahan lagi menyimpan semua ini sendiri Jaka, sekarang kamu sudah besar, kamu berhak tahu yang sebenarnya.” Jelas Ibu manah masih terisak.
“Apa yang sebenarnya ibu, katakana saja..”
“Sebenernya ibu sedih melihat kemiripan wajah kamu dengan Karel, karena itu mengingatkan ibu pada ayahmu nak… Ayahnya Karel” Ibu Manah hampir kehabisan nafas saat menyebutkan Ayahnya Karel. Karel hampir saja menelan permen karetnya. Sedangkan Jaka perlahan mereganggkan pelukannya. Jaka merasa lemas mendengar pernyataan ibunya. Kirana dan Danu saling menantap satu sama lain.
“Dulu waktu Karel masih tinggal di desa ini, Ibu adalah istri kedua dari Ayahnya Karel, beberapa tahun hubungan kami tidak diketahui oleh siapapun, sampai akhirnya ketika kamu berusia 13 tahun, ibunya Karel mengetahui kalau kamu adalah anak suaminya. Ibu Karel sangat marah waktu itu, dan akhirnya pindah dari desa ini. Namun ayah Karel sesekali sering kesini mengunjungi ibu dan memberi nafkah pada ibu” Penjelasan ibu Manah membuat ke empat sahabat itu kini diselimuti emosi yang ingin meluap namun terbendung oleh dinding takdir yang terbentang dan tak bisa diingkari kebenarannya.
“Selain mengunjungi ibu Manah, ayahmu juga sering mengunjungiku Karel” kata Kirana memecah keheningan, ia nampak ingin mengungkapkan sesuatu.
“Kirana…” Danu menggelengkan kepalanya, berusaha menghentikan ucapan Kirana.
“Kebaikan ayahmu dulu terhadap ibuku dan keluargaku, membuatku tak bisa menolak kehadirannya, jika ia berkunjung ke rumah. Aku menganggap ayahmu itu sebagai ayahku sendiri, sampai suatu hari ayahmu , ia memintaku untuk…” Kirana menitikan air matanya yang sedari terbendung. “ayahmu memintaku untuk melayaninya, aku kaget aku sempat berusaha untuk pergi, namun kejadian itu begitu cepat, aku tidak bisa melawan lagi, aku tak punya daya untuk itu Karel, sampai.. “ tangisan Kirana pun pecah, Kirana menutup wajahnya yang basah dengan kedua tangannya.
“ Kirana hamil Rel, beberapa hari yang lalu gue pergi ke rumah Kirana mau ngasih tau rencana reunian kita, tapi gue melihat Kirana muntah-muntah di rumahnya, Kirana menceritakan semuanya, ia sedang hamil dua bulan dan tadi pagi ia meminta gue mengantarnya ke dukun beranak buat gugurin kandungannya. Kirana ga mau lo tahu tentang kehamilan ini.” Jelas Danu.
“Jadi pas tadi lo ketemu gue di jalan itu, lo habis dari..” Tanya Karel
“Iya gue habis nganter Kirana, gue tadi ga sengaja menjatuhkan bungkusan berisi..”
“Bungkusan? Jadi kantong pelastik hitam yang tadi gue …”
“Iya itu … ”
Dada Karel sangat sesak, kenyataan ini begitu berat begitu tajam, menusuk jantungnya. Sakit sekali. Begitupun Jaka jantungnya terasa teriris memaksa emosinya untuk dimuntahkan.
“Bajingaaaaaaaaaaaaann” Jaka mengambil pecahan mulut pot bunga yang masih runcing dan hendak menghunuskan pecahan pot itu ke kepala Karel. Dengan sigap Danu menghadang Karel, berusaha menepis tangan Jaka. Lalu tiba-tiba leher Danu mengucurkan cairan kental berwarna merah, mengalir menembus kaos putihnya, rupanya pecahan pot itu tak sengaja mengenai leher Danu. Wajah Jaka pucat dan sangat kaget, Kirana dan Ibu Manah menutup mulut mereka dan berteriak histeris.
Motor Karel tiba-tiba seperti menggilas sesuatu, Karel tersadar dari lamunannya. Karel pun dengan spontan mengerem motornya. Ia berbalik, melihat apa yang barusan ia gilas, takunya binatang seperti tikus atau kucing. Karel melepas helmnya, agar bisa melihat lebih jelas benda yang tadi digilasnya. Karel melihat sesuatu berwarna hitam seperti kantong plastik, Karel penasaran, ia turun dari motornya dan ingin melihat apa isi kantong plastik itu. Tiba-tiba dari sebrang jalan ada seseorang memanggil.
“Woiiii KAREEEEEELLLL” teriak Danu
Karel pun menoleh ke sumber suara.
“Danuu Potter.. gila kangen banget gue” Karel berlari kecil ke arah Danu.
“Apa kabar lo Karel, bawa oleh-oleh mantra apa nih?”
“ Hahahahha masih aja ya” Karel mengacak-acak rambut Danu
“Lo sama siapa kesini Rel?”
“Sendiri aja nih, lo sama siapa Danu? ”
“Sendiri, gue baru balik dari….” Danu tak melanjutkan kata-katanya, pandangannya teralihkan ke arah motor gede milik Karel
“Gila motor lo keren banget nih, gue yakin nih ini pasti motor bekju yang lo mantra jadi moge” Danu mengelus-elus boddy motor Karel.
“Astaga Danu kelakuan lo ga berubah “
“Oh ya kita jadi kumpul sekarang di rumah Jaka, yu berangkat Rel”
“Sebentar Danu” Karel bingung tanpa ia sadari kejadian barusan sama persis dengan apa yang tadi ada di dalam lamunannya. Karel harus memastikan dulu bungkusan yang ia gilas tadi itu bukan… Karel menghampiri bungkusan kantong  plastik hitam yang tak sengaja ia gilas. Ketakutan dan keraguan menyelemuti Karel, ia sangat takut jika lamunannya tadi menjadi kenyataan. Perlahan ia membuka ikatan plastik hitam itu, dan ternyata isinya adalah hanya pelepah daun pisang. “Syukurlah” batin Karel.
“Danu tadi lo ga habis dari dukun beranak kan?” Tanya Karel spontan
“hahahaha Karel Karel ada-ada aja lo, gue kasih tau nih sefanatik nya gue sama hal- hal magic ga akan mungkin gue pergi ke dukun beranak, dukun santet mungkin, buat santet lo haha”
“hahaha, syukurlah yuk naik” Karel tertawa lega.
Tak lama Karel dan Danu sampai di rumah Jaka, di sana Kirana dan Jaka nampak sedang menyiapkan lapak untuk acara reunian kecil mereka. Kirana sedang membawa nampan berisi piring dengan kue-kue manis, dan sepiring keripik singkong favorit mereka. Jaka dan Kirana pun menyambut kedatangan Danu dan Karel.
“Karel my bro hahahah apa kabar nih?” Jaka memeluk Karel. Karel mulai khawatir.
“Baik-baik, lo gimana udah lebih ganteng dari gue belum nih haha ?”
“Haha kulit gue udah agak putihan dikit sih hahah”
“ Hahahaha” Jaka , Danu tertawa terbahak, berbeda dengan Kirana ia hanya tersenyum simpul sambil menutup mulutnya.
Rumah Jaka yang berada di tengah pesawahan berwarna hijau terang yang terhampar luas, sangat kontras dengan birunya langit saat itu. Karel mendapati Kirana yang samar-samar diterangi cahaya langit, tersenyum manis kepadanya. Rambutnya yang hitam dan panjang itu berkibar tertiup angin. Di matanya, keindahan pesawahan yang terhampar luas yang selalu dirindukan itu tiba-tiba memperoleh saingan.
“Hi Kirana” Karel menghampiri Kirana
“Hi Rel, kamu tinggian ya sekarang” kepala Kirana agak mendongkak ke atas.
“Wajah kamu kok jadi…. “ Mata karel tak lepas dari pandangan wajah Kirana, ia menelusuri setiap bentuk wajah Kirana, mempesona.
“… jadi tambah cantik sekarang..” lanjut Karel. Kirana hanya tertunduk dan melukiskan senyuman malu.
“CCCiieeeeeeeeeeee..” ledek Jaka dan Danu kompak.

Syukurlah hari rabunya kali ini tak mengerikan seperti lamunannya. Tidak menjadikan keindahan langit ini menjadi mendung. Malah mendapati pemandangan indah nan mempesona—cantik--. Kirana. Aku beruntung hari ini.

June di bulan Agustus


Suara adzan subuh membangunkan June , ia terperanjat dan segera memeriksa jam wekernya, jarum jam menunjukkan pukul 04.25. June sadar ini bukan adzan awal ini adzan subuh. “yaahh ga sahur lagi deh “. Pintu kamar kemudian terbuka, dan ternyata itu Mama “ Ma kok ga bangunin June sahur sih ma..”
“Ya ampun Junii kamu memang ga denger suara takbir, hari ini udah masuk idul Fitri, cepetan mandi solat subuh, pakaian muslim kamu sudah mama siapkan”
June melirik kembali jam waker nya di sudut kiri atas jam digital itu menunjukkan tanggal 8 AUGUST 2013. Sudut mata June tertahan lebih lama pada tulisan AUGUST.
“Astagfirullah aku sampe lupa ma hehe” June menepuk jidatnya yang lebar.
“Kamu ini ada-ada saja” Mama menggelangkan kepalanya.
Hari ini semua umat muslim termasuk keluarga June merayakan hari kebesaran , setelah satu bulan penuh berpuasa kini tiba juga hari kemenangan, hari idul Fitri. June merasa bulan Ramadhan kali ini terasa begitu singkat sekali, tak terasa. Seperti angin yang berlalu begitu saja.  Mungkin karena Ramadhan tahun ini June mengisi kegiatan liburan sekolahnya dengan aktif di kegiatan social. June mengajak beberapa teman sekolahnya untuk menjadi relawan mengajar di panti rehabilitasi anak penderita kanker. June ingin berbagi kebahagiaan dengan anak penderita kanker, karena menurutnya anak-anak itu harus mengisi setiap detik waktunya dengan kebahagiaan, biarkan mereka melupakan sel-sel jahat yang terus menggerogoti hidupnya. itu lebih baik daripada ia harus hura-hura dan melakukan kegiatan yang ga begitu penting untuk mengisi liburannya.
Sepulang solat id keluarga June menggelar openhouse di rumhanya, itu sudah menjadi tradisi karena memang Ayah June adalah seorang ketua RW di kompleknya, jadi banyak tetangga-tetangga yang berkunjung sepulang solat id, hanya sekedar untuk bersalaman dan menyicip kue-kue khas lebaran.
Namun tahun ini ada yang berbeda, keluarga June kedatangan tamu baru. Mereka adalah Pak Wiranto dan Bu Katrina, Papa dan mamanya August.
“Hi apa kabar bu Katrina? Minal aidzin wal faidzin ya” sapa mama sambil memeluk kemudian mencium pipi kiri dan kanan bu Katrina.
“Alhamdulillah baik, minal aidzin” kemudian bu Katrina lanjut berjabat tangan dengan Ayah June dan kemudian memeluk June seraya mencium kening June, matanya berubah basah dan berkaca-kaca.
“Apa kabar nak? Kamu semakin cantik saja memakai hijab itu”
“Alhamdulillah baik tante” June tersenyum kemudian mencium tangan Bu Katrina dan membalas pelukannya.
Setelah  slesai bersalam-salaman, kemudian ayah June mempersilakan mereka untuk duduk.
“Silakan di cicipi kue-kuenya, ini buatan Juni lho..” mama membuka keler-keler kue yang tertata rapi dan cantik di atas meja.
“Ya di bantu mamanya, kalo tidak dapur bisa meledak” goda Ayah Juni mencairkan suasana, mereka semua tertawa kecil di ruang tamu yang besar itu.
“Sebentar Juni ambilkan minum dulu ya om, tante” Juni beranjak menuju dapur membawakan empat buah cangkir berisi teh hangat di atas nampan.
“Maaf lho kami berkunjung kesini tanpa memberi tahu dulu sebelumnya “ Bu Katrina memulai pembicaraan.
“Ah tidak apa-apa kami malah merasa senang” Mama June melukiskan senyum di wajahnya, menandakan mereka sangat senang kedatangan tamu istimewa. (ciee ketemu mantan)
“Sudah hampir 8 bulan semenjak kepergian August, saya ini sering merasa kesepian. Saya selalu kangen dengan anak saya, semenjak bertemu nak Juni di Rumah sakit waktu itu, saya kok seperti melihat anak saya sendiri namun dalam wujud perempuannya. Saya sering kepikiran sama nak Juni, sebenarnya sudah sejak lama ingin berkunjung kesini, namun suami saya selalu tidak ada waktu, kebetulan momennya sekarang pas sekalian silaturahmi” jelas bu Katrina sambil sesekali menyeka air mata di pipinya.
“Lain kali kalau jeng ingin main kemari, tinggal telepon saja saya selalu ada di rumah, atau nanti saya suruh Juni main ke rumah jeng, Juni ini anakmu juga” Mama June membesarkan hati ibu Katrina.
“Iya tante, aku ini selalu ada waktu kok tante tinggal hubungi Juni saja nanti Juni meluncur ke rumah tante, kita bisa masak-masak masakan yang enak tante” Juni pun menawarkan diri.
“Tapi awas lho nak dapurnya bu Katrina ini jangan dibumi hanguskan, nanti Papa yang repot” canda Ayah Juni.
Semua kembali tertawa, Ayah Juni ini memang humoris, namun kadang juga tegas dan keras. Pernah dulu saat waktu June masih duduk di kelas 3 SD, June ini anak yang agak tomboy, karena pada saat itu mamanya June ingin memiliki anak laki-laki, Juni sering di dandani mamanya dengan pakaian laki-laki, dan selalu dipakaikan topi. Berbagai macam topi Juni punya. Jadilah Juni sedikit agak tomboy. Waktu itu Juni bermain di sekitar rumahnya, rumahnya dulu masih banyak sawah dan pohon kersen, tidak seperti sekarang. Juni waktu itu tidak mau ikut mengaji di mesjid dekat rumahnya, sepulang sekolah ia sengaja mengulur waktu sampai ke rumah, supaya ayahnya tidak menyuruh Juni mengaji karena sudah terlambat. Juni bersembunyi di pohon kersen, Juni memanjat dan menaiki dahan pohon kersen paling atas.
“Yup disini pasti aman” pikir Juni.
Sesaat kaki Juni mau menaiki dahan demi dahan, tiba-tiba Ayah Juni  melihat anaknya sedang memanjat, waktu itu ayah Juni sedang memeriksa tiang listrik yang akan didirikan persis di pinggir pohon kersen itu. Juni tidak menyangka ayahnya sedang berada disitu.
“Juni!!Turun kamu!” teriak ayah.
Juni sangat kaget, ia berhenti menaikan satu kakinya. Tak salah lagi itu memang benar suara ayahnya.
“Kamu ini ya nakal sekali, disuruh mengaji saja susahnya minta ampun. Mau jadi monyet saja kamu? Turun!” bentak ayah.
Juni tak menjawab pertanyaan ayahnya, ia turun perlahan, kemudian ia lari karena takut dimarahi ayahnya. Ayahnya yang merasa tidak dihargai, mengejar Juni. Langkah kaki seorang anak SD tak kan pernah kalah jauh dengan langkah orang dewasa seperti ayahnya Juni apalagi ayahnya laki-laki. Juni pun tertangkap, dan tindakannya itu malah menambah kemarahan sang ayah. Kuping Juni di jewer dan Juni di kunci di ruang kerja ayahnya selama setengah hari. Juni meraung menangis minta dikeluarkan dari ruangan itu. Mama Juni membujuk suaminya agar jangan teralalu lama menguncinya, mamnya khawatir Juni tadi belum sempat makan siang. Namun usulan itu ditolak suaminya mentah-mentah. Mama Juni tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dan berharap hukuman itu bisa memberi pelajaran yang baik kepada putrinya.
Dan benar saja berkat hukuman ayahnya itu Juni jadi punya hobi baru yang sampai saat ini masih ia tekuni. Yaitu hobi membaca, terutma membaca buku biografi. Itu karena saat selama 6 jam ia di kunci di ruang kerja ayahnya Juni sangat bosan dan tak tahu harus ngapain. Di ruangan itu hanya ada buku-buku, di setiap sudut ruangan itu dipenuhi rak-rak berisi buku dan berkas-berkas ayahnya. Selama ia tinggal di rumah baru kali itu Juni masuk ruang kerja ayahnya yang lebih mirip perpustakaan mini di sekolah. Juni mulai menelusuri buku-buku itu dengan telunjuk mungilnya, ia memiringkan kepalanya seraya membaca judul buku di setiap jajaran rak. Sampai ia berhenti di buku bersampul putih agak kusam, penulisnya Siti Zainab Luxfiati Judul bukunya “ CERITA TELADAN 25 NABI chapter 1”. Buku 141 halaman itu tidak terlalu berat, Juni menarik buku itu dengan tanganya. Ia kagum melihat sampul bukunya, cover buku itu bergambar beberapa ekor binatang dari gajah, jerapah, singa, kambing, monyet sampai burung-burung yang hendak menaiki sebuah perahu besar di atas bukit. Di tengah-tengahnya ada seorang laki-laki berjubah putih yang membawa tongkat, seperti yang hendak memerintahkan binatang-binatang itu masuk ke dalam perahu besarnya.

Juni membuka halaman demi halaman, ternyata di dalamnya juga ada gambar-gambar. Ini seperti buku dongeng putri-putrian yang selalu temannya baca dan pamerkan di sekolah. Tapi ini berbeda, ini seperti kisah nyata yang selalu guru ngajinya ceritakan di mesjid. Juni kemudian larut dalam buku bacaannya, ia mengangguk-anggukan kepalanya, dan sesekali ia mengerenyitkan dahinya. Tak terasa waktu sudah hampir 6 jam, Mama Juni sudah semain cemas, sebenarnya dari tadi ia sudah bulak balik berapa kali di depan pintu ruang kerja suaminya.
“Ayah sudah ya, kasian anak itu, dia belum makan” Mama memohon dengan nada memelas.
“……….” Ayah Juni diam dan melihat ke arah jam tangannya memang sudah hampir 6 jam
“Mama khawatir kok tangisannya berhenti”
“Ah paling dia cuma tertidur Ma, jangan cemas Juni itu anak yang kuat”
Ayah membukakan pintu ruang kerjanya, dan betapa terkejutnya ia ketika melihat anaknya sedang asik duduk di kursi kerjanya, menumpangkan kaki ke atas meja dan memegang buku bacaan di tangannya. Wajah June tertutup oleh buku yang ia baca. Ayah dan Mama June hanya mematung di depan pintu, dengan santainya June menurunkan buku bacaannya dan sekarang wajah yang sembab itu terlihat. Ayah June tak kan melupakan kata-kata pertama yang June katakan saat itu. Diantara semua keheningan dan kegelapan June berkata
“Ayah, nyalain lampunya dong” hari itu memang sudah mau Maghrib, cahaya matahari tidak lagi menembus jendela ruangan itu.
“Ka.. Kamu sedang apa nak?” Ayah masih mematung di tempatnya.
“Juni sedang membaca ini ayah, ini seru sekali Yah, tidak kalah sama buku princess-princess punya temanku di sekolah” June mengacungkan buku cerita 25 Nabinya.
Ayah dan Mama June tidak menyangka hukumannya itu bisa membuat putrinya jadi mempunyai hobi membaca. Sejak itu June jadi sering mananyakan siapa itu Nabi-Nabi, dan apakah yang di tulis di buku itu benar adanya atau hanya dongeng. Ayah June sangat senang sekali dengan keingin tahuan anaknya itu, dan ini kesempatan baginya untuk memberikan motivasi agar June harus rajin mengaji jika ingin tahu kebenaran dari buku yang June baca. Sejak saat itu June jadi orang yang paling bersemangat ikut mengaji di mesjid, bahkan ia paling banyak bertanya kepada guru ngajinya tentang Nabi-Nabi dan ajarannya. Setelah semakin besar June memahami bahwa cerita-cerita itu adalah benar adanya, sehingga sampai sekarang June sangat senang membaca buku terutama buku Biografi yang bisa dipastikan kebenarannya dan memberikan teladan serta motivasi bagi jalan hidupnya.
***
Sudah hampir satu jam Bu Katrina dan Pak Wiranto bertamu di rumah June, mereka pun berniat pamit undur diri.
“Kami pamit pulang dulu jeng, terimakasih lho jamuannya, kue kejunya sangat enak sekali nak Jun, tante jadi ingat August, ia sangat suka sekali dengan keju, kalau saja dia masih ada pasti toples itu sudah kosong” mata  bu Katrina kembali basah. Hati June berdesir ketika mendengar nama August.
“Lha ga sekalian cicipi kupat sama opornya dulu toh jeng, kok buru-buru” cegah Mama June.
“Ah tidak terimaksih, kami mau terus ziarah ke makan August keburu siang nanti suka padat kalo lagi lebaran gini” tolak Bu Katrina halus.
“Oh begitu, maaf kami tidak bisa ikut, masih bnyak kerabat yang berdatangan Jeng”
“June boleh ikut ga tante?” tiba-tiba June menawarkan diri.
“Oh dengan senang hati nak, tante akan merasa sangat senang sekali, August pun pasti senang, boleh kan jeng?” bu Katrina meminta izin pada Mama June.
“Boleh saja, jangan menyusahkan bu Katrina ya June” Mama mencubit kecil pipi anak kesayangannya.
“Beres Ma…”
Juni pergi bersama bu Katrina dan Pak Wiranto menuju TPU. Tempat  dimana August beristirahat untuk selama-lamanya. Sepanjang jalan June memutar kembali ingatannya saat pertama kali ia bertemu August. Saat dirinya dibuat penasaran yang begitu hebat oleh seorang lelaki botak bernama August itu. Juni hanya bertemu kurang dari 24 jam dengan August tapi ia merasa sudah sangat begitu dekat dan sangat mengenalnya. Juni jadi membayangkan andai saja ia bisa lebih lama bersama August, ia akan merasa punya teman, ah bukan bukan. Teman tidak sedalam itu, tapi Juni merasa ia telah menemukan seorang  partner. Ya “Partner”. Juni merasa August adalah bagian dari dirinya, mungkin karena sebagian anggota tubuh June ada pada diri August. Andai saja ia masih ada saat ini mungkin Juni tak kesepian bisa banyak berbagi apa saja dengan August. Juni segera tersadar, tidak seharusnya ia berandai-andai, karena itu menyalahi takdir Allah. Dalam lirih ia berbisik “Astagfirullahaladzim”.
Sesampainya di TPU, Juni berjalan paling belakang mengekor pada Bu Katrina, di tangan kanannya June menjinjing keranjang berisi bunga-bunga, sementara tangan kirinya mengeggam sebotol air. Sudah lama ia tidak mengunjungi makan August semenjak kepergiannya, Juni tak berani melawan desiran hatinya saat teringat August harus meninggal dunia di hadapannya. Maka saat itu ia tak berani mengunjungi makam August, baru kali ini ia memberanikan diri.
Juni berjongkok di pinggir gundukan tanah yang di lapisi keramik berwarna putih, dan batu nisan, di sana tertulis nama AUGUST bin Wiranto Pasahan  Lahir : 22-08-1995 Wafat: 05-12-12. Juni jadi teringat sebentar lagi hari kelahiran August. Andai ia masih ada, Juni akan memberinya kejutan seperti August memberinya kejutan saat itu, lagi-lagi juni tersadar dan kembali mengucap istigfar. Juni larut dalam do’a-do’a yang ia panjatkan agar August di terima amal dan ibahnya, dan di tempatkan di tempat paling mulia di sisi-Nya. Air mata Juni tak mungkin tidak jatuh. Begitupun kedua orang tua August. Selesai berdo’a Juni menaburkan bunga dan kemudian menyiramkan air di atas pekuburan August.  Tak sampai 30 menit mereka berada di TPU karena sudah banyak sekali orang-orang datang berziarah. Juni pun pulang diantar Pak wiranto dan Bu Katrina kembali ke rumahnya.
“Maaf ya nak June tidak turun dulu” Bu Katrina membuka kaca jendela mobilnya
“Tidak apa-apa tante terimakasih sudah diantar pulang”
“Sama-sama nak, bener ya nanti masakin tante”
“Siap tante, telepon aja Juni pasti ada waktu buat tante”
“Iya, sampai ketemu ya nak Juni”
“ Mampir ke rumah ya Assalamualaikum “ Pak Wiranto mendongkakan kepalanya
“Baik om waalikumalam hati-hati di jalan” Juni melambaikan tangannya.
Mobil CRV silver itupun melaju dan menghilang di tikungan jalan, Juni masuk kembali ke rumahnya.
***
Pagi itu June pamit kepada mamanya untuk pergi ke acara halal bihalal di sekolahnya. Sekolahnya memang sudah biasa mengadakan acara halal bihalal sebelum kembali memulai aktifitas belajar seperti biasanya. Tahun ini June sudah naik di kelas XII , tak terasa sebentar lagi ia akan menempuh ujian nasional dan melanjutkan kuliah. June belum memikirkan betul kemana ia akan melanjutkan kuliah, banyak yang membuatnya tertarik. Hobinya yang membaca buku biografi itu, menuntunnya untuk melanjutkan uliah di bidah sastra atau yang berhubungan dengan dunia tulis menulis. Selain itu, penyakit yang menyerang August dan telah merenggut hidupnya itu memanggil batin June untuk masuk fakultas kedokteran atau farmasi agar ia bisa membuat obat yang paling ampuh untuk melawan kanker. Namun ia mengukur kemampuannya rasanya ia tak sanggup jika harus masuk Fakultas kedokteran. Selain membaca, Juni juga senang mengajar, berbagi dengan anak-anak, hal itu menuntun June untuk melanjutkan kuliah ke bidang pendidikan saja, menjadi guru. June masih bingung dengan beberapa pilihannya. Mungkin saat ini ia harus focus dulu mengejar nilai untuk menghiasi rapornya dengan angka yang memuaskan, kemudian focus pada ujian nasionalnya yang katanya sampai 20 paket. Ah memang pendidikan di Indonesia ini suka ada-ada dan mengada-ada saja.
Acara halal bihalal itu diadakan di aula sekolah, semua berkumpul dan mendengarkan pidato dari kepala sekolah,setelah itu saling bersalaman dengan para guru dan staf sekolah. Kemudian acara dilanjutkan di kelas masing-masing. Karena belum ada pembagian kelas dan wali kelas yang baru untuk anak kelas XII, mereka berkumpul di kelas yang dulu saat kelas XI. Ada keharuan tersendiri saat June melangkahkan kakinya ke kelas itu, setelah satu bulan penuh libur Ramadhan June baru lagi menginjakkan kakinya di kelas, ia jadi teringat  August saat pertamakali melangkahkan kakinya di lantai berkeramik putih itu, Bu Marwah membawanya masuk, semua anak menatapnya, begitupun June ia tak berpaling menatap lelaki tinggi botak itu sampai August memperkenalkan dirinya dengan panjang dan tanpa jeda. Juni ingat betul bgaimana dadanya sesak saat ia di todong dengan pernyataan August kalau July adalah nama anak dari June dan August.
June melangkah dan duduk di kursinya, ia kemudian teringat kemabali saat August melewati kursi itu, sorot mata August yang teduh menatapnya, meskipun ada kantung mata yang hitam legam menggantung di bagian bawah matanya, sayu namun halisnya yang tebal membuat sorotan matanya tajam, June hampir dibuat kikuk saat itu. June juga ingat saat August melemparkan kertas ke arahnya, sampai saat ini kertas itu masih ia simpan rapi di laci meja belajarnya, kata-kata yang tertulis di sanapun  masih ia simpan rapi di dalam ingatan dan hatinya.
Ibu marwah masuk ke dalam kelas, semua murid langsung duduk di kursinya masing-masing. Ibu marwah nampak keliahatan berbeda memakai baju gamis panjang berwarna merah marun dan kerudung turki yang berwarna sama dengan motif bunga yang menghiasi kepalanya, serasi sekali ia tampak kelihatan lebih muda.
“Wah kalian nampak keliahat berbeda tanpa seragam, yang perempuan cantik-cantik memakai kerudung, yang laki-laki tambah ganteng pake baju kokonya” puji Bu marwah pada murid-muridnya.  Murid-murid itu hanya tersenyum dan langsung melihat ke kanan dan kiri, mengamatai penampilan teman-temannya.
“ibu juga beda, tadi saya kira ibu murid baru heheh..” goda Rendra
“huuuuu..” semua anak menyuraki Rendra. Ibu marwah hanya tersenyum
“Ibu mau menyampaikan beberap hal, pertama selamat idul fitri minal aidzin, mohon maaf lahir bathin, yang kedua ibu tidak akan menjadi wali kelas kalian lagi, jadi mohon maaf jika selama ibu menjadi wali kalian banyak menegur kalian dan mungkin ada yang tidak berkenan di hati kalian, jadi mohon dimaafkan. Kalian sekarang sudah masuk kelas XII, ibu harap kalian tambah dewasa, tidak lagi main-maian dalam belajar , ujian sudah semakin dekat. Jadi kalian harus serius belajar untuk mempersiapkan ke perguruan tinggi, karena itulah pelajaran yang sesungguhnya untuk bekal kalian nanti. Dan yang terakhir ibu mau kita bersama berdoa untuk teman kelas kita August yang telah tiada, ibu tidak menyangka pertemuan itu begitu singkat, namun semua itu sudah menjadi takdir-Nya. Yuk mari kita sama-sama doakan  teman kita berdoa dimulai..” semua kepala di ruangan itu tertunduk, menengadahkan kedua tangannya, dan kemudian selesai berdoa mereka mengusapkan kedua tangan itu kewajah seraya berkata “Amiin”
Teman-teman kelasnya tidak ada yang tahu tentang hubungan June dan August, June juga sengaja tidak bercerita banyak tentang August dan penyakitnya, tak ada gunanya mereka tahu. Acara halal bihalal itupun selesai tepat pukul 1 siang, June saat itu berencana mampir ke toko buku karena jarak sekolahnya dan toko buku itu tidak jauh, sudah lama pula ia tidak mampir dan membeli buku. Seperti biasa ia pergi sendirian, siang-siang bolong begini siapa yang mau mampir ke toko buku, meningan ngadem di café atau mall cuci mata. Sebelum ke toko buku, June ingat ia tidak membawa uang cash, June berniat mengambil uang ke ATM di samping toko buku. Sesaat setelah mengambil uang, June melihat ada seorang anak perempuan kira-kira berusia 14 tahunan sedang berjongkok dan menangis tersedu. Orang-orang disekitarnya mencoba menenangkan anak itu, June yang memiliki rasa kePenasaranan yang tinggi, menghampiri anak itu. June ikut berjongkok di samping anak itu, dari pegamatan June mungkin ia kehilangan sesuatu, karena tas gendong anak itu terlihat acak-acakan isinya, seperti tengah mencari sesuatu, benda yang berharga seperti dompet atau hendphone, mungkin anak ini kecopetan pikir June.
“Adek kehilangan apa?” pertanyaan June berbeda dengan orang-orang yang sedari tadi menanyai anak itu dengan pertanyaan  “adek kenapa?” Anak itu merasa ada yang mengerti apa yang ia alami, anak itu mengehentikan sejenak isakan tangisnya kemudian menoleh ke arah June.
“Dompetku hilang ka huhu.. tadi aku yakin aku menyimpannya di sini” anak itu menunjukkan ke arah saku bagian depan tas yang ia letakan di pangkuannya.
“Siapa namamu dek?” Tanya June
“Yalisa kak” anak itu mulai menghentikan tangisannya, ia sadar ia sedang berada di tempat umum.
“oke Yalisa, ikut kaka dulu yu kita duduk dulu di sana ya” ajak June sambil menunjukkan kursi yang terletak di teras toko buku. Kursi itu biasa menjadi tempat tunggu bagi pembeli yang bukunya sedang di sampul di kasir. Anak itu bangkit kemudian mengikuti June duduk di kursi. Juni mengeluarkan minuman gelas yang ia bawa tadi dari acara halal bihalal di sekolah. June menancapkan sedotan pada permukaan gelas lalu memberikannya kepada Yalisa.
“Minum dulu ya, kamu pasti haus” Yalisa merasa sudah tenang, ia merasa June sangat mengerti dia , tahu saja kalau tangisanya yang berlangsung 10 menitan itu membuatnya haus.
“Jadi tadi Yalisa ke sini sama siapa?”
Yalisa menjelaskan panjang lebar, kalau ia tadi dari rumah ia diantar kakaknya ke toko buku, kakanya hanya menurunkan Yalisa, dan kemudian pergi ke kantornya. Setelah selelsai membeli buku rencananya Yalisa mau langsung pulang sendiri, karena kakanya akan pulang malam jadi ia tidak bisa menjemputnya dan mengantarkan Yalisa pulang kembali ke rumah. Namun sesaat akan membayar buku yang ia beli tiba-tiba dompetnya tidak ada, sudah ia cari kemana-mana tapi tidak ada. Padahal Yalisa yakin tadi ia menyimpannya di tas, karena saat di mobil kakanya memberi uang lalu ia masukan ke dalam dompet lalu dimasukan kemabali dalam tas. Sekarang Yalisa bingung ia tidak mempunyai uang untuk pulang, Handphone Yalisa ketinggalan di dalam mobil kakanya saat di charge. Untuk itu ia menangis.
Mendengar cerita Yalisa June jadi teringat saat ia kelas 1 SMA di sebuah Mall, June pernah mengalami hal yang sama. Bedanya June benar-benar kecopetan, dompet yang sedang ia tenteng dijambret, June yang pemberani berusaha mengejar pencopet, karena pengunjung mall itu sedang padat, agak sulit mengejar karena harus berdesak-desakan, sialnya pengunjung mall itu sekakan tak peduli dengan apa yang terjadi pada June. Sampai ada seorang pemuda kira-kira seusianya atau lebih tua darinya. June ingat sekali saat itu pemuda itu memkai baju kemeja bergaris vertikal berwarna putih dan biru keunguan juga memakai topi hitam ada sablon letter Aj kecil di depannya. Pemuda itu berusaha menghadang pencopet dengan berpura-pura menubruk si pencopet dan menjatuhkan kantong plastic berisi beberapa snack dan mimuman kaleng yang ia bawa, sehingga snack dan minuman kaleng itu berhamburan. Si pencopet yang tergesa menubruk pemuda itu dan terjatuh, dompet June pun ikut terjatuh, karena ia sadar sedang dikejar oleh June, pencopet itu tidak lagi peduli dengan dompet yang ia curi yang ia pikirkan kini hanyalah meyelamatkan diri. Dompet June kini di tangan pemuda berbaju belang itu. Tapi kemudian setelah membereskan belanjaannya yang berhamburan pemuda itu berlari, bukannya menyerahkan dompetnya. June yakin pasti pemuda itu komplotan pencopet tadi, pengejaran June beralih ke pemuda bertopi itu. Pemuda itu terus berlari ke lantai bawah menuju basement , June tak gentar ia terus mengejar pemuda itu.  Sesampai di parkiran basement June kehilangan pemuda itu. “sial larinya cepat sekali” nafas June ngos ngosan, June mengatur nafasnya. Ia menayakan kepada Mas-mas penjaga tiket parkir.
“Mas tadi liat cowok tinggi, pakai topi lari kesini?” Tanya June masih dengan nafas ngos-ngosan.
“Oh cowok yang pakai baju garis-garis putih biru itu ya mba?”
“Nah, iya iya yang itu lari kemana dia mas?”
“Tadi dia lari ke sana, tapi dia menitipkan ini mba katanya kalau ada yang menanyakan saya lari kemana, tolong kasih ini “ mas penjaga tiket itu mejulurkan tangannya dari lubang kecil di balik kaca posnya, di tangan mas itu ada dompet denim biru muda berukuran 10 x 4 cm . June mengambil dompetnya memeriksa isinya, ternyata masih utuh tidak ada yang hilang.
“iya betul ini milik saya mas, pemuda itu tadi mencopetnya “ June mesih menggerutu
“Pencopet? Kok tapi ga ngambil apa-apa ya mba? Trus pake dititip ke saya lagi. Saya jadi bingung” Mas mas penjaga tiket itu meletakan telunjuk kanan di bibirnya.
“Ah sudahlah mas jangan dipikirkan yang penting dompet saya kembali, makasih ya Mas” June meninggalkan pelataran parkir, saat June menengok ke pos ticketing parkir, si Mas-mas penjaga itu masih saja bingung seperti memikirkan sesuatu, dahinya terlihat berkerut.

“… gitu kak, jadi aku harus bagaimana aku bingung aku tidak ada ongkos pulang hiks” Yalisa menyudahi ceritanya sambil teriksak. June tersadar dari lamunannya, ia harus menolong anak ini, batinnya tak tega.
“Oh tadi Yalisa kyaknya lupa menutup lagi resleting tasnya , kemungkinan dompetnya jatuh atau diambil orang, yaudah pakai uang kaka dulu aja ya, tapi kaka tidak bisa mengantarkan kamu pulang. Tidak apa-apa ya ”
“ Tidak apa-apa kak, terimakasih ya kak, kaka baik sekali”
“ Sama-sama dek lain kali kamu hati-hati ya”
“iya kak, oh ya nama kaka siapa?”
“Juni, panggil aja ka June”
“iya kak June sekali lagi terimaksih bantuanya kak, minta no HP kaka boleh?”
“oh boleh ni 0878255***11”
***
Hampir satu minggu berlalu semenjak kejadian itu, June hari ini masuk sekolah setengah hari sampai jam 12 siang karena guru-guru akan mengadakan rapat mengenai Kurikulum 2013 yang baru. Handphone June bergetar, ia melihat ke layar “Tante Katrina calling” June cepat-cepat mengangkatnya “ Aslamualaikum, tante apa kabar? Iya June baru pulang sekolah, hari ini setengah hari,oh iya, iya baik tante,biar June bilang dulu sama Mama, iya waalaikum salam”. Tante Katrina akan mengajak June krumahnya, Bu Katrina akan mengadakan sukuran kecil-kecilan di hari ulang tahun August. Bu Katrina akan menjemput June di rumahnya. June bergegas pulang.
June di jemput bu Katrina tepat jam 2, June mengajak serta Mamanya pergi ke rumah bu Katrina. Ayah June berjanji akan menyusul setelah ia pulang dari kantor. Sesampainya di rumah bu Katrina seperti janji June ia akan memasak makanan special untuk ibu Katrina. June langsung bergelut dengan alat-alat dapur yang cukup modern di rumah itu dan juga bahan-bahan yang tersedia cukup beragam. June memasak kentang panggang keju, nasi goreng Pattaya  dan pudding coklat. Selain senang membaca buku biografi ia juga suka iseng membaca buku resep makanan, apalagi saat June sedang lapar, gambar-gambar di buku resep masakan itu membuat June sedikit kenyang, jadi ia penasaran  untuk mempraktikan resep yang ia baca, banyak yang berhasil, namun tidak sedikit juga hasil makananya yang gagal. Namun bukan June namanya kalau berputus asa, ia tidak mau berkenalan dengan kata menyerah.  June ingat perkataan Vince Lombard : “once you learn to quit, it becomes a habit” sekali saja kamu belajar untuk menyerah maka akan menjadi kebiasaan.
Mama dan bu Katrina membantu June menghidangkan makanan ala kadarnya itu di meja makan. Satu persatu masakan June di cicipi oleh bu Katrina kemudian oleh Mamanya  dan Pak Wiranto juga ga mau ketinggalan mencicipi masakan June. Mereka kemudian mengomentari masakan June satu persatu. Mereka berlagak seperti juri Masterchef . Sebagian besar komentar masakan June ini enak dan unik namun kurang berani di rasa, nasi goereng Pattayanya  kurang asin dan pudingnya kurang manis. June terlalu hati-hati dalam meberi rasa. Namun mereka puas dan senang.
Selesai makan, June, Mama dan Ibu Katrina duduk di sofa di ruang tengah, mereka membuka album-album foto masa kecil August dan June. Ternyata banyak sekali foto kebersamaan June dan August tersimpan rapi di album itu. June tidak ingat dengan moment-moment itu, namun ia senang bisa melihat album kenangan itu, benda mati itu terasa hidup. June merasa kejadian itu seakan baru saja terjadi, bisa ia rasakan di setiap pori-pori kulitnya, ketika melihat tangan August menggandengnya mengajak berlari di tepi pantai, June terlihat takut melihat ombak, namun August menggegam tangannya mengajaknya untuk mengejar ombak. June merasakan desiran dan suara obak itu di telinganya. Pada halaman berihitnya ada foto ketika August sedang melukis di kening June dengan tangannya yang belepotan oleh cat air yang berwarna warni, ekspresi June saat itu seperti mau menangis dan tangannya berusha menjauhkan tangan August dari keningnya. Rambut August saat itu masih lebat. Ibu Katrina tertawa renyah sekali saat menunjukkan foto itu.
“Hahah tante saat itu tak kuat menahan tawa, tante masih ingat August mengatakan saking lebarnya aku sampai bisa menggambar di jidatnya Juni lho ma. Lalu kamu merengek dan tidak suka kalau August mengatai kamu si jidat lebar“. Bu Katrina kembali tertawa. June ikut tertawa, dari situ June mengenal sosok August sebagai laki-laki yang cukup jahil namun humoris. Dadanya kembali berdesir seperti ada ribuan kupu-kupu yang bertengger dan berterbangan di dadanya. Perasaan apa ini.
Setelah selesai melihat-lihat album, June minta diri untuk ikut solat dan mandi, setelah memasak tadi badanya jadi berkeringat dan menimbulkan bay  tak sedap. Bu Katrina mempersilakan June menggunakan kamar August, di dalam kamarnya juga ada kamar mandi, ibu Katrina juga memberi June handuk beserta sajadah dan mukenanya. June menaiki tangga, kamar August terletak di lantai 2 di rumah itu. June membuka pintu berwarna hitam, ia membukanya perlahan, kamar itu sangat rapi meskipun jarang dipakai nampaknya kamar itu selalu dibersihkan, wangi ocean dari pengharum ruangan otomatis menyeruak di kamar itu. Cat dinding yang berwarna Grey menambah kenyamanan kamar itu. Kamar yang cukup nyaman dan rapi untuk seorang laki-laki. Di dinding tertata rapi bingkai foto-foto  August bersama Papa dan Mamanya, di meja belajar juga ada bebrapa bingkai foto berukuran 2R, bingkai berwarna hitam itu berisi foto August kecil bersama dirinya. June mengambil salah satunya, ia menatap bingkai foto itu lekat, betapa dekat dirinya saat itu dengan August, tetapi kenapa dia tidak ingat. Di rumahnya pun tak ada foto dirinya bersama August. Tiba-tiba ribuan kupu-kupu itu kembali menggerayangi dan berterbangan lagi di dada June. Perasaan itu lagi.
June segera mandi dan setelah itu June menggelar sejadahnya ke arah kiblat, memakai mukenanya kemudian solat. Setelah attahiyat terakhir dan mengucapkan salam. June menyenderkan kepalanya ke tepi ranjang. Susana kamar yang hening dan nyaman membuatnya terlelap. Dalam tidurnya June bermimpi tentang kejadian pencopetan di mall yang ia alami satu tahun yang lalu itu. Dalam mimpinya kejadian itu terulang kembali persis seperti yang ia alami. Namun saat ia mengejar pemuda bertopi itu di basement ia berhasil mengikutinya ke sebuah ruangan, pemuda itu masuk lalu menutup kembali pintu yang terbuat dari kaca. June mengejarnya dan mengikuti pemuda itu masuk ke ruang tersebut. Ruangan itu cukup luas ada satu meja dan kursi, seperti ruangan belajar. Pemuda berkemeja garis putih biru itu duduk di kursi dan tangannya memegang dompet June. Pemuda itu tidak memakai topi, rambutnya yang lurus rapi itu, mencuat ke atas, wajahnya putih bersinar, halisnya tebal, matanya tajam namun agak sayu. Bibirnya yang tipis itu mengukir senyum, memperlihatkan rahang pipinya yang tegas. June masih mematung memegang daun pintu. Ia merasa kenal dengan sosok itu, tapi tanpa rambut. Iya itu August, June yakin itu. Bibirnya bergetar ingin sekali ia berbicara dan bertanya, namun terasa sulit, tenggorokannya terasa tercekik. August kemudian bangkit dari kursinya, dan memberikan dompet itu pada June.
“Dasar ceroboh, lain kali hati-hati ya June” August mengoyak kepala juni dengan manja. June tersenyum tetapi ia sulit sekali mengeluarkan kata-kata. Ingin sekali ia berterima kasih. Kemudian August menggandeng tangan June keluar dari ruangan itu, tiba-tiba mereka berada di sebuah atap gedung yang tinggi, June melepaskan genggaman tangan August, ia mendongkakan kepalanya ke atas, di langit banyak sekali bintang-bintang meskipun tak begitu cerah karena ada sebagian awan menutupi di sudut pandangannya. June senang sekali, saat mengtahui yang menolongnya itu ternyata orang yang ia kenal. August. June langsung memeluk August dari belakang, menyandarkan kepalanya di punggung August yang tegap. August berbalik dan mengangkat Juni setinggi-tingginya Juni yang kaget berteriak dan melentangkan kedua tanggannya, mereka berputar-putar dan tertawa. Pintu kaca itu tiba-tiba mendekat dan di ketuk dengan keras.
“TOK TOK TOK TOK, Nak June, Junii”
“TOK TOK TOK nak Junii”
June terbangun, ia mengucek matanya, sesaat ia tersadar kejadian tadi hanyalah mimpi, tapi perasaan dan sentuhan itu terasa begitu nyata, ia masih merasakannya. Pintu kembali di ketuk .
“TOK TOK TOK”
“ Iya tante buka saja” Nyawa June kini sudah terkumpul.
“ Aduh kamu tertidur nak, kenapa ga di kasur saja, tante khawatir kok kamu tidak turun-turun, makanya tante susul ke sini”
“ Aduh maaf tante, mungkin tadi june kecapean, jadi ketiduran, habis kamar ini nyaman sekali wangi, hehe” June melepas mukenanya kemudian merapikannya kembali. “ini tante mukena dan sejadahnya “
“simpan di lemari sana saja, simpan di rak paling bawah ya nak June” tante menunjuk sebuah lemari berwarna putih di samping jendela kamar.
Juni membuka lemari yang cukup tinggi itu, June berjongkok ia meletakan mukena dan sejadahnya di rak paling bawah. Sesaat ia berdiri dan akan menutup kembali pintu lemari itu di ia melihat sesuatu di rak kedua dari bawah , June melihat ada sebuah topi hitam dengan sablon Latter Aj di depannya, June mengambil topi itu, di bawahnya juga ternyata ada kemeja bergaris vertical berwarna putih, biru keunguan. June mengambil kemeja itu mengamatinya sejenak. Dada june bergetar, kini kupu-kupu yang bertengger di dadanya terasa semakin banyak, ia masih merasakan mimpinya tadi itu seperti nyata. Kemudian June berbalik.
“Tante apa  ini milik August?” June menunjukkan kemeja dan topi di tangannya.
“Iya nak June, August sangat suka sekali dengan kemeja itu, ia melarang tante untuk mencucinya, padahal kemeja itu kotor dan bau keringat, namun August selalu melarang tante mencuci baju dan topi itu, katanya keringatnya itu keringat super hero, tante juga tidak tahu maksdunya. Ya karena tante sangat menyayangi August tante nurut saja, untuk tidak mencucinya. Padahal sudah hampir setahun yang lalu lho baju itu tidak di cuci. Pasti sangat bau, biar tante cuci saja sekarang”
“ eh jangan tante, Juni boleh memilikinya kan tante?” pinta June
“ Boleh saja jika kamu mau, memang ad ap dengan baju itu?”
“Juni merasa pernah ada sesuatu dengan baju dan topi ini”
“ Iya boleh kalau begitu, selama kamu senang tante ikut senang nak, yuk kita turun”
June dan bu Katrina turun ke bawah, ternyata di bawah sudah ada Ayah June sedang berbincang dengan Mama dan Pa Wiranto. June, Ayah dan Mama pamit pulang karena malam sudah larut, tak lupa mereka berterimakasih atas undangan bu Katrina dan Pak Wiranto.
Di dalam mobil June duduk di kursi belakang, ia masih memikirkan mimpinya yang sangat indah itu, ia kemudian memeluk kursi depan yang di duduki mamanya, melingkarkan kedua tangannya ke leher Mama.
“Ma.. mmm jatuh cinta itu seperti apa sih Ma?” June setengah berbisik. Mama mengelus punggung tangan putrinya yang melingkar di lehernya. Kemudian Mama tersenyum.
“Dulu waktu Mama seusia kamu, Mama jatuh cinta untuk pertama kalinya. Jangankan melihat wajah atau bertemu langsung, mendengar atau membaca namanyanya saja dada Mama ini terasa geli. Mmmm seperti….” June meneruskan kalimat Mamanya
“Seperti ada ribuan kupu-kupu yang berkumpul dan berterbangan di dada ya Ma”
“Nah seperti itu Jun…”
June tertegun. Apa mungkin ia jatuh cinta, baru kali ini ia merasakan hal seperti ini. Tapi mana mungkin June jatuh cinta pada orang yang sudah tiada. Ada rasa bahagia dalam diri June, karena ia merasakan jatuh cinta untuk pertama kali dalam hidupnya, namun ia sedih sekaligus heran, kenapa ia harus jatuh cinta dengan orang yang sudah meninggal. Ini hal yang aneh, jika ia benar-benar jatuh cinta ia tidak mungkin bisa memiliki August. Namun June teringat perkataan guru ngajinya, bahwa semua orang pasti mengalami kematian, dan kehidupan di dunia ini hanya sementara. Akan ada kehidupan yang abadi setelah kematian, yaitu di akhirat.
June berdo’a jika cinta yang ia rasakan saat ini tidak menemukan pemiliknya di dunia, maka pertemukanlah dengan pemiliknya di dimensi lain setelah dunia ini berakhir. June percaya bahwa saat cinta bertasbih mengikuti titah Tuhannya, maka cinta akan menuntun cinta sampai pada tuannya. Aammin

-- Selesai --